21 Maret 2023
Sue Trinh, Co-Head of Macro Strategy, Multi-Asset Solutions Team
Masalah yang terjadi pada sektor perbankan di AS dan Eropa telah menimbulkan kekhawatiran bahwa hal ini dapat menjadi awal dari sebuah krisis finansial baru. Sejauh mana hal ini dapat berdampak pada Asia dan prospek pertumbuhan di kawasan tersebut?
Pihak berwenang di AS dan Eropa tidak membuang waktu untuk bergerak cepat dan cermat dengan harapan tindakan yang mereka ambil dapat mengembalikan kepercayaan pasar. Meski begitu, para investor tetap dibayangi oleh kekhawatiran.
Ketidakpastian yang sangat besar terus membebani sentimen seiring dengan kekhawatiran pasar mengenai kesehatan sektor perbankan, potensi jatuhnya perekonomian yang ditimbulkan oleh peristiwa yang terjadi minggu lalu, serta implikasinya terhadap bank sentral – yang kebanyakan di antaranya masih disibukkan dengan usaha untuk mengatasi inflasi. Kami mengamati jalur-jalur mana saja yang berpotensi membawa penularan kondisi sektor perbankan yang mengkhawatirkan ini ke Asia.
Saat ini, paparan terhadap bank yang bermasalah tampak masih terbatas. Meskipun ada beberapa perusahaan di sektor modal ventura dan start-up di Asia yang terpapar oleh bank-bank tersebut, namun mereka tampaknya hanya dalam skala kecil dan hanya sedikit yang mengakui mengalami kerugian besar.
Bila masalah dalam sistem perbankan AS dan Eropa ini menjadi semakin akut dan aversi risiko oleh investor meningkat, maka ada kemungkinan negara-negara di Asia dengan defisit neraca berjalan – dan karenanya bergantung pada aliran modal dari luar negeri – adalah yang akan paling terdampak.
Secara umum, kami melihat bahwa defisit neraca berjalan di Asia masih cukup terkendali, dengan Selandia Baru, Filipina, dan Thailand sebagai pengecualian (defisit di negara-negara ini mencapai lebih dari 3% dari PDB ). Meski ada tanda-tanda mengalami tekanan, namun kebanyakan masih jauh di bawah level krisis. Banyak mata uang Asia yang justru terapresiasi terhadap USD1 sejak masalah perbankan ini muncul ke permukaan.
Persyaratan finansial telah mengalami pengetatan sejak 9 Maret lalu, walau tetap lebih longgar daripada kondisinya di pertengahan tahun lalu1; meski begitu, rendahnya kepercayaan serta tingginya aversi risiko di kalangan bank-bank domestik dapat mengakibatkan melemahnya pertumbuhan pinjaman.
Lebih luas lagi, pengetatan persyaratan pemberian kredit serta melambatnya pertumbuhan ekonomi global kemungkinan besar akan menyebabkan meningkatnya risiko non-performing loan. Karenanya dapat dipahami bahwa negara-negara yang paling terpapar di kawasan tersebut adalah negara-negara yang mengalami kenaikan suku bunga yang tajam serta peningkatan biaya penutupan utang yang signifikan – Korea Selatan dapat menjadi contoh dalam hal ini.
Negara-negara yang memiliki banyak lembaga keuangan dengan persyaratan modal yang rendah dapat menjadi lebih rentan dari negara-negara yang lain. India adalah salah satu contohnya.
Kondisi persyaratan finansial global yang lebih ketat dapat pula berdampak pada ekspor Asia seiring dengan melemahnya permintaan. Menurut pandangan kami, negara-negara yang bergantung pada perdagangan dengan Amerika Serikat dan kawasan Eropa akan menjadi yang paling terdampak; Vietnam, Malaysia, dan Taiwan berpotensi masuk dalam kategori ini.
Menurut pandangan kami, ada beberapa skenario mengenai jalur kebijakan moneter di kawasan ini.
Secara teori, masalah yang menyebabkan kolapsnya perusahaan pemberi pinjaman yang berfokus pada sektor teknologi di Amerika Serikat baru-baru ini dapat pula menimpa sektor perbankan Asia; meski begitu, walau hal ini mungkin terjadi, namun bukan berarti ia pasti akan terjadi. Menurut kami, ini masalah untung-untungan saja.
Yang terutama, potensi penularan kepada bank-bank Asia pada saat ini masih terbatas: bank-bank di kawasan ini memiliki modal yang kuat dan paparan langsung hanya terjadi dalam skala yang kecil. Ditambah lagi, rasio kecukupan likuiditas masih tinggi1 dan basis simpanan masih lebih lekat. Dan perlu dicatat pula bahwa corporate deposit terdiversifikasi dengan baik di seantero industri.
Menurut pandangan kami, penularan langsung dari kekhawatiran mengenai buruknya kondisi perbankan ke Asia masih sangat terbatas, sampai ke tingkat di mana posisi stabilitas finansial dan makro negara-negara di kawasan tersebut masih lebih tangguh dibandingkan dengan kondisinya pada krisis-krisis sebelumnya. Yang lebih penting untuk outlook regional Asia adalah dampak dari kejadian ini terhadap pertumbuhan global, kondisi pendanaan USD, serta kekuatan USD. Bila perekonomian global dapat menghindarkan diri dari kejatuhan, dan biaya pendanaan USD tetap rendah (di mana USD tetap lebih rendah dari angka tertinggi yang terjadi di 2022), Asia akan mampu mengatasi masalah ini.
1 Bloomberg, per 17 Maret 2023.
IDB: Penjualan ritel AS lebih baik dari ekspektasi
Investment Daily Bread
IDB: BI mempertahankan suku bunga di 6%
Investment Daily Bread
IDB: Neraca perdagangan melanjutkan tren surplus
Investment Daily Bread