15 Agustus, 2023
Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia
Setelah sempat bergerak sangat fluktuatif di bulan Agustus kemarin, kondisi pasar obligasi diperkirakan akan berangsur membaik, ditopang oleh dinamika global dan domestik terkini. Dari sisi global, data-data ekonomi terakhir Amerika Serikat menunjukkan pelemahan, membuat ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat sudah semakin mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga.
Dari sisi domestik, inflasi yang terjaga, permintaan domestik yang kuat dan pasokan obligasi yang terkendali di tengah defisit anggaran yang mengecil menjadi katalis penting bagi pasar obligasi di tahun ini. Selain itu, arus masuk investasi asing pada Surat Berharga Negara (“SBN”) juga berpotensi kembali berlanjut, mengingat kepemilikan asing masih cukup rendah, hanya sebesar 15,51% per akhir Q2 2023. Semua faktor di atas tetap mempertegas diskursus bahwa pasar obligasi tetap menawarkan peluang yang baik untuk investor. Pertimbangan selanjutnya adalah adanya pilihan berinvestasi obligasi lewat reksa dana pendapatan tetap atau ke Surat Berharga Negara (“SBN”). Mana yang sebaiknya dipilih?
Reksa dana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh manajer investasi, yang didalamnya terdiri dari efek-efek obligasi atau surat utang, bisa surat utang pemerintah (SBN) atau pun surat utang perusahaan swasta/korporasi. Seseorang yang membeli surat utang dari satu pihak, artinya dia memberikan pinjaman pada pihak tersebut dengan imbalan bunga atau kupon yang diterima berkala yang telah ditetapkan. Satu produk reksa dana pendapatan tetap, memiliki beragam surat utang dengan beragam jangka waktu. Artinya, dengan membeli reksa dana pendapatan tetap, investor telah berdiversifikasi memberikan pinjaman ke berbagai pihak, dengan berbagai jangka waktu dan berbagai tingkat imbal hasil.
Berbicara mengenai modal investasi, reksa dana pendapatan tetap tidak membutuhkan modal yang besar dan persyaratan rumit. Beberapa produk reksa dana bahkan hanya mensyaratkan minimal investasi sebesar Rp10 ribu, dengan dokumen berupa KTP dan rekening bank. Sementara untuk SBN, investor membutuhkan modal investasi minimal sebesar Rp1 juta. Selain KTP dan rekening bank, investor juga harus menyertakan dokumen NPWP.
Untuk reksa dana pendapatan tetap, investor bisa membelinya kapan pun dan di mana pun (lokasi), melalui manajer investasi dan Agen Penjual Efek Reksa Dana (“APERD”). Sementara untuk SBN, bisa dibeli langsung ke penerbit obligasi (dalam hal ini pemerintah) dan juga mitra distribusi (perusahaan sekuritas yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan). Pembelian dilakukan pada masa penawaran perdana secara online serta masa penjualan kembali (pencairan) yang sangat terbatas hanya pada waktu-waktu tertentu.
Di reksa dana pendapatan tetap, investor bisa mencairkannya kapan saja, dan hanya membutuhkan waktu 3-5 hari kerja. Di SBN memiliki tingkat likuiditas yang lebih rendah dibandingkan dengan reksa dana. Pada umumnya, obligasi di pasar sekunder relatif lebih sulit untuk dicairkan dan membutuhkan waktu dan upaya yang lebih lama untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan obligasi tersebut.
Untuk reksa dana pendapatan tetap, potensi keuntungan/imbal hasil akan fluktuatif sesuai dengan kondisi pasar, namun reksa dana pendapatan tetap yang dikelola aktif berpotensi memberikan imbal hasil yang lebih terjaga. Contohnya reksa dana Manulife Obligasi Negara Indonesia II Kelas A (MONI II Kelas A) memberikan imbal hasil 6,11% net YTD (per akhir Juli 2023). Sementara untuk SBN, investor akan menerima pembayaran kupon secara berkala, dan pemerintah (pihak penerbit) akan melunasi saat SBN jatuh tempo. Angkanya pun sudah ditentukan di awal. Sebagai contoh, obligasi negara ritel SR019 dengan tenor 3 tahun dan 5 tahun, nilai kuponnya akan di kisaran 6,00% dan 6,50% (masih ada pajak 10% yang dikenakan dari kupon yang diberikan).
Risiko ketika berinvestasi pada reksa dana pendapatan tetap terkait dengan kinerja pasar dan portofolio yang dikelola oleh manajer investasi. Kondisi pasar disini mencakup kondisi ekonomi global dan domestik yang akan mempengaruhi tingkat suku bunga bank sentral, serta dinamika pasokan obligasi yang ada di pasar yang mempengaruhi pergerakan harga. Dari sisi risiko gagal bayar, obligasi korporasi tentu lebih berisiko dibandingkan SBN.
Dari penjelasan di atas, tentunya pembaca sudah memiliki pertimbangan tersendiri dalam memilih reksa dana pendapatan tetap atau SBN sebagai salah satu portofolio investasi. Pemilihan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan juga kemampuan finansial masing-masing investor. Untuk yang memiliki banyak waktu dan pengetahuan yang cukup, SBN bisa dijadikan salah satu pilihan. Namun bagi yang tidak, reksa dana pendapatan tetap dengan modal investasi yang minimal, beragam efek portofolio, dan dikelola oleh manajer investasi yang berpengalaman, dapat dijadikan pilihan.
IDB: BI mempertahankan suku bunga sesuai ekspektasi
Investment Daily Bread
IDB: Menteri Keuangan AS indikasikan potensi de-eskalasi ketegangan dengan China
Investment Daily Bread
IDB: Presiden Trump serang The Fed
Investment Daily Bread