15 November 2024
Bulan ini kami mengetengahkan komentar pasar terkini dari Portfolio Manager - Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Laras Febriany.
Setelah terus menguat sejak bulan Mei, pasar obligasi melemah di bulan Oktober (indeks BINDO -1.01%). Apa yang menyebabkan pasar mendadak melemah di Oktober?
Sentimen pasar di bulan Oktober banyak dipengaruhi oleh faktor global, di mana pasar menantikan pemilu Presiden AS dan keputusan suku bunga The Fed di awal November. Kemungkinan Trump terpilih kembali sebagai Presiden menjadi sentimen negatif bagi pasar negara berkembang karena potensi kebijakan Trump yang proteksionis dan mengedepankan kepentingan domestik Amerika Serikat. Ketidakpastian ini menyebabkan pasar cenderung wait and see sehingga imbal hasil US Treasury naik dari 3.78% ke level 4.28% (+50bps) dan imbal hasil SBN 10Y juga naik dari 6.45% ke 6.79% (+34bps).
Dengan Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS, apa sebetulnya kebijakan utama Trump, dan bagaimana implikasinya pada pasar obligasi?
Trump mengedepankan kebijakan yang pro-pertumbuhan ekonomi domestik AS dan kebijakan proteksionis melalui tarif impor. Dalam kampanyenya Trump mengatakan akan mengenakan tarif 60% - 100% untuk impor dari China, dan tarif universal 10% - 20% untuk impor dari negara lain. Selain itu Trump juga memiliki agenda untuk memangkas pajak korporasi dari 21% menjadi 15% yang diperkirakan dapat menjadi faktor positif bagi pertumbuhan laba perusahaan AS. Pada dasarnya Trump ingin memajukan industri domestik AS dan menarik investasi ke ekonomi AS. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat ‘menyerap’ dana ke pasar AS dari negara lain. Oleh karena itu pasar melihat terpilihnya Trump dapat menyebabkan penguatan USD dan preferensi investor asing untuk berinvestasi di pasar AS ketimbang di kawasan lain.
Setidaknya itu adalah pandangan pasar dalam jangka pendek. Dalam jangka lebih panjang, kami masih menantikan realisasi kebijakan aktual dari Trump setelah pelantikannya di Januari 2025. Secara historis, imbal hasil US Treasury cenderung bergerak fluktuatif pasca pemilu AS, namun dalam periode lebih panjang, pergerakan imbal hasil lebih berkorelasi pada kondisi fundamental seperti kebijakan suku bunga The Fed. Dengan kondisi saat ini di mana The Fed masih dalam tahap siklus pemangkasan suku bunga, kondisi ini harusnya menjadi iklim yang lebih kondusif bagi imbal hasil untuk turun.
The Fed melanjutkan pemangkasan suku bunga di bulan November. Apakah Bank Indonesia dapat turut ikut memangkas suku bunga?
Kami melihat ada kebutuhan bagi BI untuk melakukan pelonggaran moneter, terutama di tengah meningkatnya kekhawatiran pelemahan daya beli masyarakat, mengetatnya likuiditas perbankan, dan rendahnya inflasi domestik. Pemangkasan Fed Funds Rate menjadi iklim yang kondusif untuk BI ikut memangkas suku bunga. Namun tidak bisa dipungkiri, sulit bagi BI untuk bergerak apabila Rupiah terus mengalami pelemahan. Rupiah telah melemah sekitar 4% terhadap USD sejak awal Oktober karena tekanan penguatan USD. Selain itu arus jual di pasar saham dan obligasi juga berpotensi menekan neraca pembayaran Indonesia di kuartal ke-4. Oleh karena itu, dalam jangka pendek kami menilai BI masih akan mewaspadai faktor eksternal sebelum melanjutkan pemangkasan suku bunga. Harapan kami, reaksi negatif pasar atas terpilihnya Trump dapat segera memudar, sehingga dapat mendukung stabilitas Rupiah dan membuka ruang bagi BI untuk bergerak menurunkan suku bunga.
Kita telah memasuki penghujung 2024 dan semakin mendekati peralihan ke tahun 2025. Kira-kira bagaimana outlook pasar di tahun 2025?
Sedikit kilas balik, sejak tahun 2022 tema utama pasar global adalah kondisi inflasi yang tinggi dan naiknya suku bunga secara agresif untuk mengatasi kondisi inflasi tersebut. Ke depannya kami melihat 2025 sebagai lembaran baru bagi ekonomi dunia dan pasar finansial, di mana dunia memasuki era pelonggaran moneter serentak seiring inflasi global yang sudah terkendali. Kondisi ini menjadi iklim yang suportif bagi kinerja ekonomi dan pasar finansial.
Di sisi lain, terdapat juga elemen ketidakpastian yang harus diperhatikan. Pertama dari pertumbuhan ekonomi global, di mana pertumbuhan ekonomi dua ekonomi terbesar dunia, AS dan China, diperkirakan akan melemah di 2025. Iklim suku bunga tinggi akan semakin berdampak pada ekonomi AS di 2025, walau potensi kebijakan pro-pertumbuhan Trump menjadi faktor yang harus diperhatikan. Sementara itu China masih berkutat dengan masalah di sektor properti yang mempengaruhi ekonominya secara keseluruhan. Selain itu faktor ketidakpastian kedua adalah dari transisi pemerintah baru di AS dan Indonesia. Pasar menantikan langkah kebijakan Trump dan dampaknya pada dunia, sementara di domestik pasar juga menantikan terobosan kebijakan dari Presiden Prabowo.
Oleh karena itu kami melihat pasar memiliki peluang yang menarik dari potensi pemangkasan suku bunga lebih lanjut, walau tidak bisa dipungkiri volatilitas jangka pendek tidak bisa dikesampingkan menantikan kejelasan transisi pemerintahan dan outlook ekonomi.
Dengan dinamika pasar yang masih tinggi, apa daya tarik pasar obligasi dan bagaimana strategi pengelolaan portfolio reksa dana obligasi MAMI?
Volatilitas jangka pendek masih berpotensi terjadi dalam periode transisi saat ini. Walau demikian, volatilitas ini tidak menutup daya tarik pasar obligasi yang merupakan beneficiary dalam siklus pemangkasan suku bunga. Kami melihat terdapat potensi arus dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia ke depannya didukung tingkat imbal hasil obligasi Indonesia yang menarik dan adanya ruang pemangkasan suku bunga. Selain itu daya tarik obligasi Indonesia juga diidukung oleh stabilitas makroekonomi dan rekam jejak kredibilitas pengelolaan fiskal pemerintah.
Strategi pengelolaan reksa dana obligasi MAMI dilakukan secara aktif berdasarkan analisa fundamental, memperhatikan outlook makroekonomi dan dinamika pasar obligasi domestik dan global. Di tengah kondisi pasar yang sangat dinamis, kami fokus pada pemilihan efek dengan bauran seri benchmark dan seri off-the-run pada tenor-tenor yang menarik untuk mengoptimalkan imbal hasil dan likuiditas portofolio.
Bagaimana saran Anda bagi investor di tengah dinamika pasar saat ini?
Dalam kondisi pasar yang sangat dinamis ini, idealnya investor dapat tetap stay invested untuk menangkap potensi dari pemangkasan suku bunga lebih lanjut, tapi tetap menjaga risiko dengan memiliki portofolio yang terdiversifikasi. Dalam portfolio yang terdiversifikasi ini kami melihat ruang bagi investor untuk dapat memanfaatkan alokasi di reksa dana obligasi, yang menawarkan karakteristik defensif namun tetap menangkap potensi upside dari pemangkasan suku bunga. Reksa dana obligasi memiliki keunggulan dari portofolionya yang terdiversifikasi, pengelolaan oleh manajer investasi profesional, serta fleksibilitas untuk melakukan pencairan atau pembelian kapan saja dengan harga unit yang jelas. Lini reksa dana obligasi MAMI juga memiliki fitur pembagian hasil investasi (PHI) seperti dividen yang dapat dimanfaatkan investor untuk mendapat pendapatan regular atau untuk reinvestasi ke kelas aset lain tanpa melakukan pencairan reksa dana.
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) adalah manajer investasi dengan total dana kelolaan terbesar di Indonesia, yaitu Rp102 triliun (Juni 2024) dengan pangsa pasar 12,3% (Desember 2023) di antara >90 perusahaan manajer investasi. MAMI telah hadir dan mendampingi langkah dari lebih dari 2 juta investor individu dan institusi (per akhir Desember 2023) selama 27 tahun sejak 1996. MAMI adalah bagian dari Manulife Investment Management dan Manulife Financial Corporation yang berkantor pusat di Toronto, Kanada.
IDB: Penguatan USD menekan Rupiah dan pasar domestik
Baca selengkapnyaIDB: Inflasi AS stabil sesuai ekspektasi
Baca selengkapnyaIDB: Optimisme pasar terhadap pasar AS pada level tertinggi
Baca selengkapnya