Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Inflasi umum naik ke 1,6% YoY dari 1,5% bulan sebelumnya. Inflasi bulanan meningkat menjadi 0,4% MoM dari 0,2% di bulan November, terutam dipicu inflasi makanan dan minuman yang lebih tinggi (1,9% YoY, naik dari 1,7% di bulan November) yang didorong oleh kenaikan harga daging ayam, cabai merah, bawang merah, dan telur ayam. Inflasi transportasi sedikit menurun karena harga tiket pesawat yang lebih rendah. Inflasi inti tetap stabil di 2,3% YoY. Meskipun ada kenaikan PPN yang terbatas, diperkirakan inflasi umum rata-rata 2025 akan lebih tinggi, karena efek basis rendah 2024.
PMI Indonesia meningkat ke tingkat ekspansif sebesar 51,2 pada Desember 2024, naik dari 49,6 pada November, mengakhiri kontraksi selama lima bulan sejak Juli 2024. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pesanan baru dan aktivitas pembelian bahan baku.
Defisit fiskal tercatat sebesar 2,3% dari PDB, di bawah perkiraan sebesar 2,7%, mencerminkan realisasi pendapatan yang lebih baik dan pengeluaran yang lebih rendah dari perkiraan. Pembiayaan anggaran mencapai IDR553,2 triliun, atau 90,7% dari target, menghasilkan kelebihan pembiayaan sebesar IDR45 triliun untuk tahun 2024. Untuk tahun 2025, kami memperkirakan defisit anggaran yang lebih tinggi daripada tahun 2024, tetapi pembiayaan fiskal tidak akan terlalu ketat karena defisit fiskal yang lebih rendah dari perkiraan pada tahun 2024 akan meningkatkan saldo kas berlebih pemerintah. Selain itu, kesepakatan yang dicapai antara Menteri Keuangan dan Bank Indonesia untuk memperpanjang obligasi berbagi beban yang jatuh tempo dengan total IDR103 triliun tahun ini akan membantu pembiayaan.
Pada bulan Desember, The Fed memangkas Fed Funds Rate sebesar 25 basis poin, sesuai dengan ekspektasi pasar, namun pemotongan suku bunga tersebut disertai dengan sinyal ke depan yang tidak terlalu dovish. Setelah pemotongan tersebut, rilis data klaim pengangguran di AS lebih baik dari harapan, menunjukkan bahwa sektor tenaga kerja AS tetap tangguh. Secara terpisah, meskipun ada pemotongan suku bunga Fed Funds, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan karena terus menekankan fokus pada menjaga stabilitas Rupiah.
PASAR SAHAM
IHSG terkoreksi -0.48%, lebih unggul dibandingkan pasar global (MSCI World -2.68%) dan pasar regional (MSCI APXJ -1.22%), tetapi kalah unggul dibandingkan pasar negara berkembang (MSCI EM -0.29%). Investor asing terus mencatatkan arus keluar (USD -312.6 miliar). Sektor energi (+4.65%) menjadi yang terunggul, sementara transportasi & logistik (-6.96%) menjadi yang paling terpuruk.
Perubahan rezim dapat menyebabkan volatilitas jangka pendek. Namun, fundamental kuat Indonesia (ketergantungan rendah pada ekspor) dan siklus suku bunga yang lebih rendah dapat menarik investor asing dalam jangka menengah hingga panjang. Pasar saham Indonesia diperdagangkan pada valuasi menarik, jauh lebih rendah dari rata-rata sepuluh tahun terakhir. Kami percaya eksposur terhadap ekonomi Indonesia kemungkinan akan tetap positif dan optimis terhadap daya tarik jangka panjang investasi.
PASAR OBLIGASI
Pasar obligasi menutup tahun dengan kinerja yang lemah, indeks BINDO tercatat -0.21% MoM, membuat kinerja tahun berjalan sebesar 4.56%. Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun naik 15bps dari 6.85% ke 7.01%. Ini sesuai dengan kenaikan imbal hasil UST yang naik 36bps dari 4.17% ke 4.53% di akhir Desember 2024, membuat selisih dengan obligasi pemerintah USD menyempit jadi 248bps dari 268bps bulan sebelumnya.
Ketidakpastian global masih berlanjut, terutama dengan kembalinya Trump dan ekspektasi penurunan suku bunga bank sentral global tahun 2025 yang mengecil. Di dalam negeri, rencana kenaikan tarif PPN akhirnya dibatalkan oleh Menteri Keuangan menjelang malam Tahun Baru, sehingga pasar tetap waspada tentang bagaimana pemerintah akan membiayai defisit anggaran 2025. Fokus pemerintah yang pro-pertumbuhan dengan program Makan Bergizi Gratis dan rencana pembangunan 3 juta rumah terus dilihat sebagai tantangan oleh pasar mengingat potensi pendapatan pemerintah yang lebih rendah ke depannya.
Dari pasar primer, pemerintah menerbitkan dua seri obligasi ritel terakhir, yaitu ST013T2 (2 tahun) dan ST013T4 (4 tahun), dengan kupon masing-masing sebesar 6,40% dan 6,50%. Masa penawaran menarik permintaan senilai IDR20,40 triliun, dan secara resmi mengakhiri penerbitan obligasi ritel tahun ini. Pemerintah menutup buku obligasi ritel 2024 dengan total penerbitan IDR148,18 triliun, sedikit lebih tinggi dari penerbitan obligasi ritel 2023 sebesar IDR147,54 triliun. Selanjutnya, meskipun permintaan lelang obligasi pemerintah reguler menunjukkan perbaikan, minat pada lelang SUN dan SBSN pada bulan Desember masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata permintaan 2024 yang sebesar IDR51,80 triliun dan IDR19,91 triliun. Sementara itu, suku bunga SRBI diberikan lebih tinggi oleh Bank Indonesia, dengan SRBI WAY 12 bulan berada di angka 7,30%.
Walaupun di bulan Desember investor asing mencatat pembelian bersih senilai IDR4.15 triliun, kepemilikannya turun ke 14.52% dari total obligasi yang dapat diperdagangkan.
Kurva imbal hasil meneruskan pola bearish flattening di bulan Desember, dengan imbal hasil tenor pendek kalah unggul dibandingkan imbal hasil tenor lainnya.