Skip to main content
Back

Monthly Market Review Januari 2025

11 Januari 2025

Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.

ULASAN MAKROEKONOMI
 

  • Inflasi domestik turun ke level terendah dalam 25 tahun di Januari, ke level 0.8% YoY, walau terdapat kenaikan harga pangan. Faktor utama yang mempengaruhi adalah diskon tarif listrik 50% pada segmen daya 450VA-2,200VA yang akan berlaku hingga Februari, menyebabkan komponen harga yang diatur pemerintah turun (-6.4% YoY). Sementara itu komponen makanan, minuman, dan tembakau naik 3.7% YoY dari 1.9% YoY di bulan sebelumnya. Inflasi transportasi naik ke 0.2% MoM, dari 0.04% di Desember, sehingga secara tahunan naik ke 0.8% YoY dari -0.3% di Desember, disebabkan oleh naiknya harga BBM non subsidi di Januari. Inflasi inti naik ke 2.4% YoY, terutama disebabkan oleh naiknya harga emas yang menyentuh rekor tertinggi. Inflasi diperkirakan akan meningkat di Maret karena diskon listrik akan berakhir. Secara keseluruhan kami perkirakan inflasi akan lebih meningkat di 2H25 dibanding di periode 1H25.

  • Pertumbuhan PDB 4Q24 mencapai 5.02% YoY, sedikit lebih tinggi dari 4.95% di 3Q24 dan juga lebih tinggi dari ekspektasi konsensus (4.98%). Konsumsi rumah tangga lebih kuat di 5.0% YoY, karena rendahnya inflasi, efek dari turunnya harga pangan. Sementara itu pertumbuhan ekspor riil melambat dibanding kuartal sebelumnya dan pertumbuhan investasi juga melambat ke 4.3% YoY (vs. 4.5% di 3Q). Proyek pemerintah yang berhasil diselesaikan (menjelang transisi politik di 20 Oktober) diperkirakan menjadi faktor yang menyebabkan turunnya pertumbuhan investasi.

  • Pertumbuhan ekonomi di 1Q25 diperkirakan menghadapi tantangan. Belanja pemerintah diperkirakan turun karena periode transisi kabinet dan inisiatif efisiensi anggaran. Kami melihat potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di 2H25 didukung oleh implementasi kebijakan pemerintah yang lebih jelas dan berjalan.

  • Bank Indonesia mengejutkan pasar dengan memangkas BI Rate sebesar 25bps ke 5.75% di rapat 15 Januari, mengindikasikan fokus untuk lebih mendukung pertumbuhan karena inflasi yang rendah. Perubahan postur ini menunjukkan arah kebijakan yang lebih berimbang antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas Rupiah.

 

PASAR SAHAM
 

  • IHSG melemah -1.23%, kalah unggul dibanding pasar global (MSCI World +3.47%), pasar regional (MSCI Asia Pacific ex Japan +1.27%) dan pasar negara berkembang (MSCI EM +1.66%). Pasar dibayangi ketidakpastian kebijakan dan inflasi AS di tengah narasi kebijakan pro-pertumbuhan Trump yang mendorong penguatan USD dan naiknya imbal hasil US Treasury. Faktor tersebut menyebabkan keluarnya dana asing dari negara berkembang, termasuk Inddonesia. Investor asing mencatat penjualan bersih USD229.3 juta di pasar saham Indonesia di Januari. Sektor Teknologi (+8.76%) menguat tertinggi, sementara Industrial (-6.96%) melemah terdalam.

  • Perubahan rezim dapat menyebabkan volatilitas jangka pendek. Namun, fundamental kuat Indonesia (ketergantungan rendah pada ekspor) dan siklus suku bunga yang lebih rendah dapat menarik investor asing dalam jangka menengah hingga panjang. Pasar saham Indonesia diperdagangkan pada valuasi menarik, jauh lebih rendah dari rata-rata sepuluh tahun terakhir. Kami percaya eksposur terhadap ekonomi Indonesia kemungkinan akan tetap positif dan optimis terhadap daya tarik jangka panjang investasi.

PASAR OBLIGASI
 

  • Pasar obligasi memulai tahun dengan positif, indeks BINDO ditutup naik 0.72% di Januari. Imbal hasil SBN 10-tahun turun dari 7.02% ke 6.99% (3bps), berlawanan dengan imbal hasil US Treasury 10-tahun yang naik 1bps dari 4.53% ke 4.54%.

  • Kinerja pasar didukung oleh data inflasi AS dan pertumbuhan ekonomi AS kuartal 4 yang lebih rendah dari ekspektasi, sehingga mendukung harapan pasar bahwa The Fed dapat melanjutkan pemangkasan suku bunga di 2025. Selain itu kebijakan tarif awal dari Trump yang tidak se-agresif ekspektasi juga menjadi faktor positif bagi pasar. Di pasar domestik, pemerintah menurunkan target lelang SUN dari IDR28 triliun menjadi IDR26 triliun, menjadi faktor yang direspon positif oleh pasar.

  • Bank Indonesia mengejutkan, dengan memangkas suku bunga 25bps menjadi 5.75%, serta mengindikasikan perubahan fokus kebijakan menjadi lebih pro-pertumbuhan. Di sisi lain, langkah ini meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas Rupiah. Namun, pemerintah mempersiapkan kebijakan untuk memperketat kewajiban bagi eksportir untuk menahan devisa hasil ekspor di dalam negeri dari 30% menjadi 100%, dan periode dari 3 bulan menjadi 1 tahun, yang diharapkan dapat menjadi faktor yang mendukung stabilitas Rupiah. 

  • Di pasar primer, pemerintah menerbitkan global bond USD dan EUR dalam 2 tranches, 5-tahun di 5.25% dan 10-tahun di 5.60% untuk USD, sementara untuk EUR 8-tahun di 3.875% dan 12-tahun di 4.125%. Penerbitan ini berhasil menarik minat tinggi, dan pemerintah memenangkan USD2 miliar dan EUR1.4 miliar, dengan rasio bid-to-cover masing-masing di 3.08x dan 2.14x. Untuk lelang obligasi reguler, walau permintaan di awal bulan lebih rendah dibanding rata-rata di 2024, namun kondisi pasar membaik sehingga permintaan terus menunjukkan perbaikan sepanjang Januari. Sementara itu, seiring dengan turunnya BI Rate, imbal hasil SRBI juga menurun, dengan rata-rata yield tertimbang untuk tenor 12-bulan di 6.74%.

  • Investor asing mencatat pembelian bersih IDR4.65 triliun di Januari, namun persentase kepemilikan turun menjadi 14.46% dari total SBN yang diperdagangkan.

  • Kurva imbal hasil bergerak variative di Januari, bullish steepening di tenor pendek, namun bearish di tenor menengah-panjang

 

Unduh Dokumen



Tabel & Grafik

Kepemilikan obligasi pemerintah


Kurva imbal hasil obligasi

 

 

Lihat semua

Tabel & Grafik

Kepemilikan obligasi pemerintah


Kurva imbal hasil obligasi