Skip to main content
Back

Monthly Market Review Juni 2024

9 Juli 2024

Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.

 

 

ULASAN MAKROEKONOMI

 

Di bulan Juni kondisi makro Indonesia masih stabil. Cadangan devisa tercatat sebesar USD140.2 miliar, naik dari USD139.0 miliar di akhir Mei. Kenaikan dihasilkan dari pendapatan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman asing pemerintah di tengah upaya Bank Indonesia melakukan stabilisasi nilai tukar akibat ketidakpastian pasar finansial global. Cadangan ini setara dengan 6.1 bulan impor dan kewajiban pembayaran utang pemerintah. Indeks PMI Manufaktur tercatat 50.7 di bulan Juni dibandingkan 52.1 di Mei, menunjukkan perlambatan ketiga kalinya berturut-turut. Walaupun tetap berada di zona ekspansi untuk 34 bulan berturut-turut, data tersebut merupakan yang paling lemah sejak Mei 2023. Output tumbuh paling kecil dengan pertumbuhan pesanan baru mencapai titik terendah dalam 13 bulan. Pesanan asing turun untuk empat bulan berturut-turut. 

Inflasi umum tahunan turun ke 2.5% YoY dari 2.8% YoY di bulan Mei. Secara bulanan, deflasi terakhir melebar ke -0.08% dibandingkan -0.03% di bulan Mei. Penyebab utama deflasi adalah sektor pangan yang turun -0.7% (dari -0.4% di Mei). Harga beras turun -0.5% MoM sementara harga pangan lain turun -0.7% MoM dari kenaikan 0.3% di bulan sebelumnya. Di lain pihak, inflasi transportasi meningkat ke 1.6% dari sebelumnya 1.3%, secara bulanan mencatat kenaikan 0.1% MoM dari bulan sebelumnya deflasi -0.4%. Inflasi inti stabil di level 1.9%, naik dari 1.8% di bulan Mei. Namun secara bulanan, inflasi inti turun menjadi 0.1% MoM dibandingkan 0.2% MoM bulan Mei. 

 

Defisit fiskal Indonesia tercatat sebesar IDR97 triliun di bulan Mei dibandingkan surplus IDR68 triliun di bulan April. Defisit ini disebabkan belanja pemerintah yang meningkat dan penurunan pendapatan yang signifikan selama periode pelaporan pajak di April. Pengeluaran pemerintah naik ke IDR296 triliun dari IDR237 triliun di April, utamanya bersumber dari pengeluaran subsidi yang lebih tinggi (namun transfer ke daerah yang menurun). Belanja pemerintah pusat naik ke IDR233 triliun dibandingkan IDR164 bulan April, didorong kenaikan subsidi. Di sisi lain, penerimaan pajak turun ke IDR150 triliun dari IDR257 triliun di bulan April, dipengaruhi pajak penghasilan korporasi.


PASAR SAHAM

Beberapa data Amerika Serikat yang rilis di Juni menunjukkan pelemahan (inflasi yang melemah, klaim pengangguran yang lebih tinggi). Saat ini, pasar berekspektasi akan terjadi dua kali pemangkasan Fed Funds Rate tahun ini. Setelah kebingungan akan dot plot The Fed yang sepertinya belum memperhitungkan data-data terbaru, pasar global menunjukkan pemulihan. IHSG menguat 1.3% namun belum mengimbangi kinerja pasar global (MSCI World +1.9%), Asia Pasifik eks Jepang (MSCI APxJ +3.6%) dan pasar berkembang (MSCI EM +3.5%). Rupiah terdepresiasi sebesar 0.8%, kalah unggul dibandingkan mata uang lain di ASEAN. Investor asing mencatatkan penjualan bersih yang lebih kecil senilai -USD91.7 Juta. Sektor kesehatan (+4.7%) mencatat kinerja terbaik sedangkan sektor teknologi (-6.5%) mencatat kinerja terburuk.

 

Volatilitas jangka pendek diekspektasikan tetap terjadi disebabkan oleh potensi mundurnya pemangkasan Fed Funds Rate dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Namun, fundamental Indonesia yang kuat (rasio utang yang sehat, pertumbuhan PDB stabil dan inflasi yang terjaga), suku bunga Amerika Serikat yang telah berada di puncak, serta pemulihan China yang di bawah ekspektasi dapat mendorong minat investor asing terhadap Indonesia. Valuasi pasar saham Indonesia berada di level yang menarik, lebih rendah dari rata-ratanya selama sepuluh tahun. Kami terus percaya bahwa perekonomian Indonesia akan tetap positif dan juga tetap optimis akan daya tarik investasi jangka panjang Indonesia.

 

PASAR OBLIGASI


Pasar obligasi Indonesia bergerak relatif stagnan dikarenakan kemunduran pada sentimen global dan domestik di bulan Juni. Selama bulan Juni, indeks BINDO tetap berada di daerah positif, mencatat performa bulanan naik +0.02% MoM, sehingga kinerja tahun berjalan menjadi sebesar +1.47%. Imbal hasil obligasi 10Y naik dari 6.91% ke 7.05%(+14bps), berlawanan dengan imbal hasil UST 10 tahun yang turun dari 4.50% ke 4.40% (-10bps). The Fed tetap mempertahankan suku bunganya di 5.25% - 5.50% dengan Dot Plot terbaru menunjukkan proyeksi median satu kali pemangkasan suku bunga saja di 2024, namun di lain pihak proyeksi kenaikan pun tidak ada. Data PPI dan CPI Amerika Serikat yang melunak serta kenaikan klaim benefit pengangguran ke level tertinggi, sempat mendorong penurunan imbal hasil UST 10 tahun ke level terendah di bulan Juni di level 4.22%, sebelum akhirnya ditutup di akhir bulan di level 4.40%. 

 

Walaupun sentimen global membaik - khususnya dari Amerika Serikat - imbal hasil obligasi 10 tahun tetap bergerak naik, menembus level 7.00% dan ditutup di level 7.05%, terutama disebabkan oleh faktor domestik. Pasar obligasi tetap mengalami tekanan, terutama didorong oleh berita dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang berencana untuk menaikkan rasio utang terhadap PDB ke level 50%, berakibat melemahnya Rupiah ke level tertinggi bulanan dan tahun berjalan di level 16400 per Dolar AS. Meskipun satu hari kemudian tim Prabowo membantah berita tersebut, dampaknya tidak terlalu signifikan, dan Rupiah terus berada dalam tekanan. Dari sisi moneter, Bank Indonesia tetap mempertahankan BI Rate di level 6.25% di tengah inflasi yang terjaga dalam kisaran target 1.5 - 3.50% tahun, walaupun mengakui bahwa Rupiah berada dalam tekanan karena repatriasi dividen dan kekhawatiran potensi ekspansi fiskal ke depan. Sepanjang bulan, permintaan di lelang SUN dan SBSN perlahan membaik dengan permintaan beranjak naik ke atas rata-rata permintaan 2024. Pemerintah memutuskan untuk memenangkan lelang sesuai dengan target awal sebesar IDR22 triliun untuk SUN dan IDR10 triliun untuk SBSN.

 

Investor asing mencatat pembelian bersih sebesar IDR1.12 triliun di bulan Juni, namun kepemilikan asing mengalami penurunan ke 13.93% dari total obligasi pemerintah diperdagangkan dibandingkan 14.05% di bulan sebelumnya. Asuransi dan dana pensiun tetap mencatatkan pembelian bersih di bulan ini, dengan kenaikan kepemilikan dari 18.97% ke 19.02%. Bank Indonesia juga melakukan pembelian bersih sebanyak IDR5.43 triliun, tetapi persentase kepemilikan mereka turun ke 24.29% dari 24.45%. Sementara itu bank komersial menjadi pembeli terbesar kedua dengan menambah kepemilikan IDR17.66 triliun sehingga porsi kepemilikannya naik dari 20.77% ke 20.85%. Di sisi lain, kepemilikan reksa dana naik dari 3.08% ke 3.09%. Individu dan investor lain menjadi pembeli terbesar bulan ini, dengan kepemilikan naik ke 18.82% dari 18.69%.

 

Di bulan Juni kurva imbal hasil obligasi menunjukkan pola bearish flattening. Imbal hasil tenor menengah paling melemah dibandingkan tenor lainnya, dengan kenaikan imbal hasil tertinggi 14bps. Imbal hasil tenor 15 tahun juga naik 10bps. Seiring dengan kenaikan imbal hasil tenor menengah, tenor pendek pun mengalami hal yang sama. Imbal hasil tenor 2 tahun naik 3bps dan tenor 5 tahun naik 7bps. Di seri tenor panjang 20 tahun dan 30 tahun, imbal hasilnya juga naik masing-masing 11bps dan 6bps. 

 

Unduh Dokumen



Lihat semua

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more

Pastikan untuk membeli Reksa Dana Manulife melalui MAMI atau mitra distribusi kami. 

View more

Waspada modus penipuan mengatasnamakan MAMI. Selengkapnya

View more

Pastikan untuk membeli Reksa Dana Manulife melalui MAMI atau mitra distribusi kami. 

View more