18 April 2024
Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Indikator makro ekonomi Indonesia bulan Maret masih stabil. Inflasi umum tercatat 3.05% YoY, naik dari bulan sebelumnya 2.80% YoY terutama dipicu oleh inflasi pangan di bulan Ramadhan (7.4% YoY dari bulan sebelumnya 6.4% YoY). Secara bulanan, inflasi umum naik 0.5% MoM dari bulan sebelumnya 0.4%, sementara inflasi umum tahun berjalan tercatat 0.93% YoY selama kuartal pertama. Inflasi ini juga sedikit naik ke 1.8% YoY dari bulan sebelumnya 1.7% YoY, dan 0.2% MoM dari bulan sebelumnya 0.1% MoM. Kondisi ini mengindikasikan daya beli yang belum pulih sepenuhnya walaupun sudah ditopang oleh belanja pemerintah besar-besaran sekaligus di awal tahun. Kami memperkirakan harga beras akan turun seiring datangnya musim panen dan impor beras. Walaupun demikian, untuk jangka pendek inflasi akan tetap naik terkait Idulfitri. Indeks PMI Manufaktur meningkat dari 52.7 di Februari ke 54.2 di bulan Maret, menunjukkan kenaikan berturut-turut aktivitas pabrikan selama 31 bulan. Kenaikan ini juga yang terbesar sejak Oktober 2021, seiring output yang naik paling tinggi sejak 27 bulan terakhir menjelang Idulfitri. Pesanan baru menunjukkan kenaikan tertinggi sejak 7 bulan terakhir.
Beberapa data terkini memperkuat narasi bahwa The Fed tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga. Hal ini mengubah ekspektasi pasar atas besaran dan frekuensi penurunan Fed Funds Rate lebih selaras dengan indikasi dari The Fed. Alhasil Rupiah tertekan dan mengakhiri bulan Maret di level IDR15855 per Dolar AS (melemah -0.89%). Ekspektasi pemangkasan Fed Funds Rate yang lebih sedikit dan lebih lama juga berdampak pada mata uang negara-negara kawasan (SGD -0.27%, THB -1.45%).
PASAR SAHAM
Setelah euforia pasca hasil pemilu, pasar saham kembali terkoreksi, dan akhirnya hanya naik moderat. IHSG turun -0.37% sementara IDX80 naik +0.54%. Hasil pemilu disengketakan, dimana dua paslon yang tidak menang mempertanyakan hasil pemilu atas kecurangan. Mahkamah Konstitusi akan membacakan keputusannya tanggal 22 April nanti. Pasar saham Indonesia kalah unggul dibandingkan pasar global (MSCI World +3.01%), pasar kawasan (MSCI APXJ +2.29%) dan pasar negara berkembang (MSCI EM +2.18%). Di Bulan Maret investor asing mencatatkan beli bersih senilai USD505.6 juta. Sektor bahan dasar (+2.8%) menjadi sektor terunggul, sementara sektor transportasi & logistik jatuh paling dalam (-6.8%).
Peningkatan tensi geopolitik Timur Tengah dan potensi penundaan pemangkasan Fed Funds Rate berdampak negatif bagi sentimen pasar jangka pendek. Namun fundamental Indonesia yang kuat (inflasi yang terjaga, pertumbuhan PDB yang stabil, serta rasio utang yang sehat), dan suku bunga acuan The Fed yang sudah mendekati puncak, serta pemulihan China yang tidak sesuai harapan diperkirakan dapat menopang selera investor asing untuk memilih Indonesia. Pasar saham Indonesia diperdagangkan pada valuasi yang atraktif, lebih rendah dari rata-rata 10 tahun terakhir. Kami terus percaya bahwa perekonomian Indonesia akan tetap positif dan juga tetap optimis akan daya tarik investasi jangka panjang Indonesia.
PASAR OBLIGASI
Di bulan Maret pasar obligasi Indonesia terus mencatatkan kinerja positif, dengan indeks BINDO naik +0.17%, setara dengan +1.27% selama tahun berjalan. Kinerja positif ini berbalik dengan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun yang justru naik dari 6.59% ke 6.69% (+10bps). Lebih jauh, pergerakan imbal hasil domestik juga tidak sejalan dengan penurunan imbal hasil UST 10 tahun yang turun dari 4.25% ke 4.20% (-5bps), dan di salah satu waktu periode ini sempat turun ke 4.07%. Pemicu utamanya adalah komentar Fed Chairman Jerome Powell yang terkesan dovish, menyatakan tingkat inflasi sudah tidak jauh lagi dari level yang diinginkan bank sentral untuk mulai menurunkan suku bunga. Di lain pihak, ketika data inflasi Amerika Serikat terakhir justru mengalami kenaikan ke 3.20% YoY dari bulan sebelumnya 3.10%, imbal hasil UST kembali naik ke kisaran 4.20%. Bank sentral Amerika Serikat tetap mempertahankan suku bunga di level 5.25%-5.50%
Dari dalam negeri, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di level 6.00% ditopang oleh inflasi yang jinak di level 3.05% YoY (konsensus 2.91% dan level bulan sebelumnya 2.75%). Walaupun lebih tinggi dibandingkan ekspektasi, tingkat inflasi di bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri ini masih dalam kisaran target bank sentral antara 1.50% - 3.50%. Sepanjang bulan Maret, permintaan pada lelang obligasi dan sukuk terhitung rendah, sebesar IDR17.05 triliun untuk obligasi syariah dan IDR32.24 triliun untuk obligasi konvensional. Pemerintah juga menerbitkan dua seri Sukuk Ritel, SR020T3 (kupon 6.30% tenor 3 tahun) dan SR020T5 (kupon 6.40% tenor 5 tahun), keduanya menawarkan kupon lebih tinggi dibandingkan penerbitan ORI025, dan lebih sukses menarik minat dibandingkan dengan penerbitan sebelum-sebelumnya, dengan permintaan tercatat sebesar IDR21.44 triliun melebihi target penawaran IDR15 triliun. Walaupun begitu, pasar cenderung melemah di tengah kekhawatiran anggaran fiskal terkait program makan siang gratis dan kebijakan pro-pertumbuhan dari pemerintahan baru ke depannya.
Investor asing membukukan penjualan bersih senilai IDR26.42 triliun di bulan Maret, membuat kepemilikan asing turun ke 14.20% dari bulan sebelumnya 14.47%. Asuransi dan dana pensiun menjadi satu-satunya pembeli bersih, dengan kenaikan kepemilikan ke 18.59% dari sebelumnya 18.32%. Bank Indonesia mengambil posisi jual bersih, mengurangi kepemilikan IDR2.4 triliun, dengan persentase kepemilikan naik dari 24.27% ke 24.54%. Perbankan komersial mengalami jual bersih terbesar, kepemilikannya turun IDR43.66 triliun sehingga persentase kepemilikan turun dari 22.04% ke 21.56%. Walaupun investor individu dan lain-lain kali ini mengambil posisi jual, kepemilikannya naik dari 17.78% ke 17.99%. Sementara itu kepemilikan reksa dana stabil tidak berubah di 3.12%.
Kurva imbal hasil membentuk pola bearish flattening di bulan Maret, dengan imbal hasil obligasi tenor pendek paling kalah unggul. Imbal hasil tenor 2 tahun naik 12bps, diikuti tenor 5 tahun naik 11bps. Sejalan dengan tenor pendek, obligasi tenor menengah juga melemah, dengan imbal hasil tenor 10 tahun dan 15 tahun naik masing-masing 10bps dan 11bps. Di tenor panjang, imbal hasil 20 tahun naik 10bps dan 30 tahun naik 5bps.
IDB: Pasar global menguat pasca data PCE AS yang suportif
Baca selengkapnyaIWH: The Fed sinyalkan pemangkasan suku bunga lebih gradual
Investment Weekly Highlights
IDB: Data PCE AS melandai lebih baik dari ekspektasi
Baca selengkapnya