8 November 2024
Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.
ULASAN MAKROEKONOMI
Indikator makroekonomi domestik tetap stabil di bulan Oktober 2024. Deflasi lima bulan beruntun berakhir di Oktober namun secara keseluruhan inflasi tetap rendah. Inflasi umum turun ke 1.7% YoY di Oktober dari 1.8% di September. Namun secara bulanan, inflasi naik 0.08% MoM dari -0.12% di September, yang merupakan inflasi bulanan pertama setelah deflasi beruntun sejak April. Harga makanan, minuman, dan tembakau naik 0.1% MoM setelah turun -0.9% di September. Deflasi harga transportasi semakin dalam di Oktober -0.5% MoM dari -0.2% di September karena turunnya harga BBM non-subsidi dan tiket pesawat. Inflasi inti sedikit naik ke 2.2% YoY dari 2.1% di September karena kelompok jasa dan emas.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun ke 4.95% di 3Q dari 5.05% di 2Q. Konsumsi domestik tumbuh stabil di 5.1% YoY dibanding pertumbuhan di 2Q. Sesuai ekspektasi, pertumbuhan investasi meningkat ke 5.1% YoY dari 4.4% di 2Q, didukung oleh investasi mesin dan bangunan yang tumbuh masing-masing 11.2% dan 6%, sejalan dengan meningkatnya belanja modal pemerintah. Kontribusi dari net ekspor berbalik menjadi -0.1 ppts di 3Q dari +0.2 ppts di kuartal sebelumnya. Kami melihat tingkat pengangguran sedikit naik ke 4.9% dari 4.8% di Februari. Lapangan kerja hanya naik 2.4 juta dari Februari, sementara Angkatan kerja naik 2.7 juta.
PASAR SAHAM
Oktober merupakan periode yang fluktuatif bagi pasar saham global (MSCI World -2.0%). Sentimen pasar lemah karena berbagai spekulasi mendekati pemilu AS. Nilai tukar USD menguat yang menyebabkan Rupiah depresiasi -3.7%, namun tetap lebih unggul dari Ringgit Malaysia (-6.2%) dan Baht Thailand (-4.9%). Penguatan USD juga menekan saham negara berkembang (MSCI EM -4.4%) yang menekan sentimen pasar. Investor mulai mempertimbangkan risiko dari tarif universal dan meningkatnya tarif terhadap China, menyebabkan indeks MSCI Asia Pacific ex Japan turun -4.9%. Presiden Prabowo Subianto resmi dilantik di 20 Oktober dan mengumumkan jumlah kabinet yang meningkat, di mana sepertiga pos menteri diisi oleh menteri dari kabinet sebelumnya. Menteri keuangan dan menteri BUMN tidak berubah, yang memberi sinyal kontinuitas kebijakan pada sektor tersebut. IHSG mencatat kinerja positif (+0.6%) walau investor asing mencatat penjualan bersih USD719 juta. Sektor properti mencatat kinerja terbaik (+5.5%) didukung ekspektasi kebijakan yang suportif dari pemerintah baru, diikuti oleh sektor teknologi yang juga mencatat kinerja positif (+4.3%). Sementara itu sektor infrastruktur mencatat pelemahan terdalam (-2.4%).
Perubahan rezim dapat menyebabkan volatilitas jangka pendek. Namun, fundamental Indonesia yang kuat (ketergantungan ekspor yang rendah), dan dimulainya siklus pemangkasan suku bunga dapat mendorong minat investor asing untuk berinvestasi di pasar Indonesia dalam jangka panjang. Pasar saham Indonesia berada pada valuasi yang atraktif, lebih rendah dari rata-rata 10-tahun. Kami memandang positif minat investor terhadap Indonesia dan optimis terhadap potensi investasi jangka panjang di Indonesia.
PASAR OBLIGASI
Pasar obligasi Indonesia melemah di Oktober, dengan indeks acuan BINDO turun -1.01% MoM, walau secara tahun berjalan tetap positif +4.78%. Pasar menantikan pemilu AS dan keputusan suku bunga The Fed di bulan November. Pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga di November dan Desember, walau masih terdapat perdebatan mengenai besaran pemangkasan. Beberapa data ekonomi AS lebih baik dari ekspektasi, sehingga mendorong imbal hasil US Treasury naik dari 3.78% ke level 4.28% (+50bps) di akhir Oktober. Seiring dengan pergerakan UST, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia 10-tahun juga naik dari 6.45% ke 6.79% (+34bps). Bank Indonesia mempertahankan suku bunga di 6.00% dengan inflasi tetap rendah, sementara imbal hasil SRBI naik di tengah pelemah Rupiah ke IDR15,760 di akhir bulan. Penguatan USD menekan Rupiah di tengah volatilitas pasar global yang tinggi.
Dalam lelang obligasi, pemerintah menerbitkan dua seri obligasi ritel baru, ORI026T3 (3-tahun) dan ORI026T6 (6-tahun) dengan imbal hasil masing-masing 6.30% dan 6.40%. Minat pasar relatif lemah, dengan pemerintah hanya memenangkan IDR19.35 triliun, lebih rendah dari target IDR25 triliun, dan lebih rendah dari penerbitan ORI025 di IDR23.92 triliun di awal tahun. Walau demikian, total penerbitan ORI026 ini relatif lebih tinggi dibanding ORI024 sebesar IDR14.51 triliun di tahun lalu. Selain itu, minat pasar dalam lelang SBN konvensional juga melemah, di mana penawaran dalam lelang SUN dan SBSN menurun di tengah kondisi global yang tidak kondusif. Lelang SUN mencatat penawaran terendah sepanjang tahun di IDR29.58 triliun dan SBSN di IDR14.85 triliun. Walau demikian, pemerintah meningkatkan jumlah penawaran yang diterima sehingga menekan pasar obligasi dan menyebabkan tingkat imbal hasil naik.
Investor asing kembali mencatat pembelian bersih IDR14.98 triliun di Oktober, sehingga kepemilikan asing naik ke 14.89% dari total SBN yang diperdagangkan, naik dari 14.70% di bulan lalu. Investor individu dan lainnya juga menjadi pembeli besar, dengan kepemilikan naik menjadi 19.20% dari 18.92%. Bank Indonesia merupakan pembeli terbesar kedua, dengan kepemilikan naik IDR19.77 triliun, sehingga secara persentase kepemilikan naik menjadi 24.33% dari 24.10%. Asuransi dan dana pensiun mencatat pembelian bersih dengan kepemilikan naik menjadi 18.80% dari 18.67%. Sementara itu kepemilikan reksadana tetap di 3.17% walau mencatat pembelian bersih. Di sisi lain, perbankan mencatat penjualan bersih IDR43.65 triliun sehingga kepemilikan turun menjadi 19.61% dari 20.44%.
Kurva imbal hasil bergerak dengan pola bearish flattening di Oktober, dengan tenor pendek kalah unggul dibanding tenor lain. Imbal hasil tenor 5-tahun naik 50bps yang menghapus kenaikan dari bulan lalu dan memperlebar selisih dengan tenor 2-tahun yang naik 18bps. Tenor menengah juga naik, dengan tenor 10-tahun dan 15-tahun masing-masing naik 33bps dan 34bps. Sejalan dengan tenor lain, imbal hasil obligasi tenor panjang juga naik dengan tenor 20-tahun dan 30-tahun masing-masing naik 23bps dan 9bps.
IDB: BI indikasikan ruang pemangkasan suku bunga menyempit
Baca selengkapnyaIDB: Eskalasi tensi Ukraina-Rusia
Baca selengkapnyaIDB: Outlook kebijakan Trump dan suku bunga The Fed menjadi perhatian pasar
Baca selengkapnya