Skip to main content
Back

Monthly Market Review September 2024

9 Oktober 2024

Hanya untuk investor profesional PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Bukan untuk umum.


ULASAN MAKROEKONOMI 

Di bulan September, indikator makroekonomi Indonesia masih tetap stabil. Inflasi umum turun ke level 1.8% YoY dari 2.1% di Agustus. Secara bulanan,  terjadi deflasi -0.12% MoM dari bulan sebelumnya -0.03%, disebabkan deflasi pangan (-0.9% MoM) dan turunnya harga BBM Non Subsidi. Harga cabai turun drastis, sementara harga pangan dasar lainnya juga melemah akibat melimpahnya pasokan dan dampak La Nina yang terbatas. Berlawanan dengan inflasi umum, tingkat inflasi inti meningkat menjadi 2.1% dari bulan sebelumnya 2.0%. Peningkatan inflasi inti disebabkan oleh sektor jasa, biaya pendidikan, dan perawatan diri. 

Defisit fiskal per bulan Agustus tercatat IDR60.3 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Juli sebesar IDR16 triliun.  Secara kumulatif sampai Agustus, defisit fiskal melebar menjadi IDR153.7 triliun (0.7% dari PDB), naik dari IDR93.4 triliun (0.4% PDB) di bulan Juli. Belanja pemerintah secara bulanan naik menjadi IDR292 triliun di bulan Agustus dari IDR241 triliun di bulan Juli, dipicu oleh peningkatan belanja modal dan material.  Secara kumulatif, sampai Agustus belanja tercatat IDR1931 triliun, kenaikan 15.3% YoY. Di lain pihak, penerimaan bulanan naik ke IDR232 triliun dari IDR225 triliun di Juli, ditopang oleh penerimaan pajak ekspor dan cukai. Secara kumulatif penerimaan mencapai IDR1777 triliun di Agustus, turun -2.5% YoY. 

PMI manufaktur bulan September tercatat di level 49.2, mengindikasikan kontraksi yang masih berlangsung, walaupun kontraksinya lebih mengecil dibandingkan dengan bulan Agustus. Secara bulanan, terjadi penurunan output dan pesanan baru untuk tiga bulan berturut-turut. Lesunya permintaan manufaktur global berdampak pada penjualan. Data terakhir menunjukkan bisnis ekspor baru mengalami penurunan terbesar sejak November 2022, dan melambat 7 bulan berturut-turut. 

PASAR SAHAM 

The Fed memangkas suku bunga acuan 50bps, awal agresif untuk pelonggaran moneter pertama sejak empat tahun terakhir. Selain pemangkasan darurat di masa pandemi COVID, terakhir kalinya The Fed melakukan pemangkasan 50bps adalah masa krisis finansial global tahun 2008. Dot plot The Fed mengindikasikan pemangkasan 50bps lagi sampai akhir tahun 2024, 100 bps di 2025, dan 50bps di 2026. Beberapa jam sebelumnya, Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga acuan 25bps, seiring nilai tukar yang stabil dan mengantisipasi pemangkasan FFR. Dimulainya siklus pelonggaran moneter disambut pasar saham. MSCI Global +1.7%,  MSCI EM +6.5%, sementara MSCI AP ex Japan +7.5% menyambut stimulus China.  IHSG juga bereaksi positif sesaat setelah pemangkasan, namun kemudian terkoreksi lagi akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, -1.9% di bulan September. Terjadi arus masuk bersih sebesar USD1.4 miliar. Sektor teknologi menjadi yang terunggul (+17.6%), sementara sektor infrastruktur menjadi yang paling terpuruk (-5.2%). Rupiah terapresiasi +2.0% namun tetap kalah unggul dibandingkan mata uang ASEAN lain. 

Dalam jangka menengah panjang, fundamental Indonesia yang kuat (contohnya ketergantungan ekspor yang rendah), dan siklus suku bunga rendah dapat menopang selera investor asing ke Indonesia. Valuasi pasar saham Indonesia berada pada level yang atraktif, lebih rendah dari rata-rata level 10 tahun. Kami memandang positif minat investor terhadap Indonesia dan optimis terhadap potensi investasi jangka panjang di Indonesia. 

PASAR OBLIGASI 

Pasar obligasi domestik meneruskan ketangguhannya di bulan September, dengan indeks BINDO menunjukkan kenaikan +1.32% MoM atau +5.84% YTD. Imbal hasil SBN10 tahun terus dalam tren menurun, dari 6.62% ke 6.44% (-19bps), seiring dengan penurunan UST10 tahun dari 3.90% ke 3.78% (-12bps). Secara mengejutkan The Fed menurunkan suku bunga acuan 50bps ke 4.75%-5.00%, untuk menjaga perekonomian setelah terjadi peningkatan risiko di pasar ketenagakerjaan. 

Sebelum pertemuan FOMC, Bank Indonesia mengambil langkah berani dan mengejutkan, menurunkan BI Rate ke 6.0% (-25bps) seiring keyakinan bahwa inflasi tetap jinak dan stabilitas Rupiah ke depan tetap terjaga. Keputusan ini juga dibuat untuk mendorong perekonomian. Rupiah menguat 2.04% selama sebulan, sempat diperdagangkan di level IDR15100 (level terendah sepanjang tahun berjalan). Di pasar primer, pemerintah menerbitkan dua seri obligasi syariah ritel, SR021T3 (3 tahun) and SR021T5 (5 tahun), dengan kupon 6.35% dan 6.45%. Penghimpunan dana berlangsung sukses, dengan total penerbitan mencapai IDR24.22 triliun. Sementara itu di pasar lelang reguler, permintaan pun terus membaik, dengan lelang SUN dan SBSN tercatat tertinggi kelima, mencapai IDR63.71 triliun untuk lelang SUN dan IDR32.34 triliun untuk SBSN. Akhirnya  pemerintah mengabulkan penawaran sebesar IDR22 triliun untuk SUN  dan IDR10 triliun untuk SBSN (lebih tinggi dari target awal IDR8 triliun). 

Investor asing mencatat pembelian bersih IDR18.28 triliun di September, sehingga kepemilikan asing naik menjadi 14.70% dari total obligasi pemerintah yang diperdagangkan, naik dari 14.49% di bulan sebelumnya. Kategori investor individu dan lain-lain menjadi pembeli terbesar kedua di periode ini, dengan kepemilikan  naik ke 18.92% dari sebelumnya 18.86%. Bank Indonesia tetap menjadi pembeli bersih dengan kepemilikan sedikit naik dari 24.09% ke 24.10%. Walaupun perbankan komersial masih mencatatkan pembelian positif menambah kepemilikan IDR3.74 triliun, secara persentase kepemilikannya turun ke 20.44% dari 20.52%. Reksa dana juga naik ke 3.17% dari 3.16%, sementara asuransi dan dana penisun di periode ini mencatat penjualan bersih, kepemilikannya turun ke 18.67% dari 18.89%. 

Secara keseluruhan kurva imbal hasil bulan September menunjukkan pola bullish steepening, dengan tenor pendek mengalami inversi. Imbal hasil tenor 5 tahun menjadi yang terunggul, turun 34bps, diikuti tenor 2 tahun turun 19 bps. Tenor menengah juga sejalan dengan tenor pendek, di mana imbal hasil tenor 10 tahun turun 19bps dan tenor 15 tahun turun 5bps. Sementara itu, tenor panjang tetap mendatar, di mana tidak ada perubahan imbal hasil untuk tenor 20 tahun, sementara tenor 30 tahun sedikit naik 1bps. 

 

Unduh Dokumen



Lihat semua