Skip to main content
Back

Peluang obligasi di puncak siklus kenaikan suku bunga

20 Februari 2023

 

 

 

 

Bulan ini kami mengetengahkan komentar pasar terkini dari Senior Portofolio Manager - Fixed Income, Syuhada Arief.

 

 

Di tahun 2022 pasar obligasi tertekan oleh kenaikan suku bunga yang terjadi secara global. Bagaimana Anda melihat arah kebijakan moneter dunia tahun ini?

 

Kami melihat tren kebijakan moneter global di tahun 2023 ini dalam periode transisi menuju ke arah kebijakan yang lebih akomodatif seiring dengan tekanan inflasi global yang mulai mereda. Tahun lalu bank sentral global terpaksa melakukan pengetatan moneter secara agresif untuk menahan laju inflasi yang melonjak. Namun seiring dengan turunnya harga energi dan ekspektasi normalisasi rantai pasok dunia pasca pembukaan ekonomi China, tingkat inflasi global diperkirakan sudah melewati puncaknya dan akan mereda tahun ini. Mayoritas bank sentral secara gradual sudah mulai melakukan transisi kebijakan ke arah yang lebih akomodatif dengan mengurangi besaran kenaikan suku bunga atau bahkan sudah mengindikasikan tidak ada kenaikan suku bunga. Kebijakan moneter yang lebih akomodatif berpotensi menghasilkan iklim yang lebih kondusif bagi pasar finansial.

 

Ketua The Fed mengindikasikan suku bunga masih perlu berada pada level tinggi untuk menahan laju inflasi. Bagaimana Anda melihat arah kebijakan The Fed dan dampaknya pada pasar obligasi?

 

Kami melihat terdapat pandangan yang berbeda antara pasar dan The Fed terhadap arah kebijakan moneter ke depannya. The Fed melihat bahwa tekanan inflasi baru mulai mereda dan proses penurunan inflasi akan terjadi secara gradual. Ini salah satunya terlihat dari data inflasi AS tahunan di bulan Januari  yang masih tinggi yaitu 6.4% atau lebih tinggi dari konsensus prediksi ekonomis pada angka 6.2%. Namun demikian ini adalah bulan ke 7 secara berturut-turut inflasi AS mengalami penurunan dari level tertinggi di Juni 2023 sebesar 9.1%. Selain itu The Fed juga melihat bahwa sektor tenaga kerja Amerika masih pada level sangat kuat yang dapat memberi tekanan inflasi. Ini salah satunya terlihat dari perubahan data US Non-Farm-Payroll yang dikeluarkan Februari berada pada 517 ribu atau di atas konsensus prediksi analis sebesar 189 ribu. Oleh karena itu The Fed memiliki pandangan suku bunga masih harus naik walaupun tidak sebesar kenaikan FFR di 2022 hingga terlihat bukti tekanan inflasi turun secara konsisten.

Di sisi lain, pasar melihat bahwa kenaikan suku bunga yang tinggi sudah mulai terlihat dampaknya terhadap ekonomi, di mana beberapa sektor seperti konsumsi masyarakat, properti, dan manufaktur melemah. Efek tertunda dari kenaikan suku bunga akan semakin terasa di ekonomi Amerika tahun ini yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat. Oleh karena itu pasar melihat terdapat potensi The Fed dapat mulai memangkas suku bunga di kuartal empat tahun ini untuk mendukung ekonomi.

Dengan pandangan yang berbeda ini, implikasinya bagi pasar adalah adanya potensi volatilitas di periode rilis data ekonomi atau rapat FOMC The Fed. Walau demikian, kami melihat kondisi ini sebagai volatilitas sementara karena secara top-down diperkirakan momentum pergerakan The Fed akan semakin gradual dan akomodatif ke depannya sehingga lebih kondusif bagi pasar obligasi. Volatilitas jangka pendek dapat menjadi peluang bagi investor untuk berinvestasi di tingkat yield yang menarik.

 

Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga 225bps sejauh ini, apakah masih ada potensi kenaikan suku bunga lebih lanjut?

Kami melihat potensi kenaikan suku bunga BI lebih lanjut cenderung terbatas. Tingkat inflasi domestik sudah mereda dari puncaknya 5.95% di September 2022 ke 5.28% di Januari 2023 dan diperkirakan tingkat inflasi akan terus melandai karena efek dari kenaikan harga BBM bersubsidi di tahun lalu semakin memudar. Nilai tukar Rupiah juga sudah membaik dibandingkan pelemahan yang terjadi tahun lalu sehingga mengurangi tekanan bagi BI untuk terus menaikkan suku bunga.  Gubernur BI Perry Warjiyo juga menyatakan akumulasi kenaikan suku bunga diperkirakan memadai untuk menjangkar ekspektasi inflasi, mengindikasikan potensi kenaikan suku bunga sudah terbatas. Ekspektasi kami suku bunga acuan BI akan berada di level 5.75% - 6.0% tahun ini.

 

Indonesia mencatat rekor surplus dagang di 2022, namun cadangan devisa terus tergerus. Apa yang terjadi dan apakah ini menjadi faktor risiko bagi pasar obligasi?

 

Terdapat tekanan dari sisi neraca transaksi modal dan finansial di 2022 yang menyebabkan cadangan devisa tergerus. Kondisi ini terutama terlihat di kuartal tiga, di mana walaupun terdapat surplus dagang yang besar, Indonesia mencatat defisit neraca pembayaran USD1.3 miliar. Ini terutama terjadi karena defisit transaksi finansial yang mencapai USD6.1 miliar, dikontribusi oleh keluarnya dana asing dari pasar obligasi dan juga penempatan aset swasta pada instrumen keuangan di luar negeri. Ketidakpastian kebijakan moneter global yang terjadi tahun lalu menyebabkan keluarnya investor asing dari pasar obligasi, sementara selisih suku bunga yang melebar di Indonesia dengan di luar negeri juga menjadi pemicu keluarnya dana dari Indonesia untuk mencari suku bunga lebih menarik.

Ke depannya menurut kami risiko dari sisi transaksi finansial akan semakin berkurang didukung arah kebijakan moneter global yang lebih akomodatif, tingkat suku bunga domestik yang telah naik. Selain itu, pemerintah telah mengesahkan Revisi Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan SDA di mana peraturan ini mewajibkan eksportir untuk menyimpan DHE lebih lama di dalam negeri, dan penerbitan instrumen operasi moneter BI yaitu term deposit valas DHE yang menawarkan suku bunga USD lebih kompetitif dibandingkan luar negeri yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dana keluar dari Indonesia.

 

Tahun 2022 merupakan tahun penuh tantangan bagi pasar obligasi. Bagaimana Anda melihat potensi pasar obligasi di 2023?

Kondisi inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga yang agresif memang bukan iklim yang suportif bagi pasar obligasi Indonesia di 2022. Namun kita perlu apresiasi ketahanan pasar obligasi Indonesia yang kuat di mana ini tercermin dari kinerja pasar obligasi Indonesia yang tetap positif di tahun 2022 (Bloomberg Bond Indonesia Index naik 3.5% dan IBPA Bond Index naik 3.47%) walaupun suku bunga naik sangat tinggi dan terdapat tekanan jual asing. Ketahanan ini berkat dukungan investor domestik yangsemakin besar dan solid sehingga mengurangi dominasi investor asing yang di akhir 2022 persentasenya kepemilikannya turun menjadi 14.36% dari 19.05% di tahun 2022. Selain itu, ketahanan pasar obligasi juga didukung oleh kebijakan pemerintah dan BI yang positif.

Untuk 2023, kami melihat iklim pasar obligasi dapat lebih suportif, di mana inflasi diperkirakan dapat melandai dan bank sentral tidak lagi menaikkan suku bunga secara agresif. Dari sisi fiskal, kondisi Indonesia juga lebih baik dari ekspektasi, di mana target mengembalikan defisit fiskal ke bawah 3% PDB dapat terpenuhi satu tahun lebih cepat dari harapan. Efektivitas pengelolaan fiskal negara serta diversifikasi ekspor dari hilirisasi industri juga merupakan hal positif yang dapat menjadi faktor utama potensi meningkatnya peringkat Indonesia dari BBB menjadi BBB+. Potensi ini juga terlihat dari spread yield Indonesia terhadap yield US Treasury yang konsisten turun dalam 3 bulan terakhir pada rata-rata 321 bps yaitu di bawah rataan 1 tahun terakhir di 386 bps dan 3 tahun terakhir di 498 bps. Penyusutan spread ini berarti investor asing semakin percaya pada peningkatan kualitas kredit pemerintah Indonesia yang bermuara pada potensi kenaikan rating oleh lembaga pemeringkat utang global.

 

Di awal tahun ini Pemerintah menerbitkan SBN Ritel dengan tingkat kupon yang menarik. Apakah obligasi ritel ini dapat mempengaruhi minat investor terhadap reksa dana obligasi?

 

SBN ritel seri SBR012 menawarkan tingkat kupon yang menarik. Namun SBN Ritel kurang fleksibel dalam hal pencairan dana karena kita tidak bisa mencairkan dana sewaktu-waktu. Reksa dana obligasi memiliki keunggulan dari sisi fleksibilitas di mana investor dapat mencairkan dananya kapan saja sehingga memudahkan untuk perencanaan keuangan. Reksa dana obligasi memang tidak memberi kepastian tingkat imbal hasil layaknya SBN Ritel karena dipengaruhi oleh pergerakan pasar, namun dapat memberikan potensi imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan SBN Ritel. Sebagai gambaran, mengacu pada indeks BINDO per Desember 2022, pasar obligasi dapat menghasilkan kinerja rata-rata 7.78% untuk periode 3-tahun, walau pasar sempat dibayangi kondisi pandemi maupun kenaikan suku bunga agresif. Jadi pada dasarnya produk reksa dana obligasi menawarkan profil risk-return yang lebih agresif dibanding SBN Ritel. Keduanya dapat memiliki tempat dalam portofolio investor tergantung pada profil risiko dan kebutuhan finansial masing-masing.

 

Bagaimana strategi portofolio reksa dana obligasi MAMI saat ini?

 

Dari perspektif makroekonomi kami melihat kondisi yang lebih kondusif bagi pasar obligasi seiring ekspektasi kebijakan moneter global dan domestik sudah mendekati puncaknya. Di sisi lain kondisi pasar saat ini tetap dinamis karena terdapat perbedaan pandangan arah kebijakan moneter The Fed serta data ekonomi yang fluktuatif. Oleh karena itu pengelolaan portofolio yang lincah menjadi kunci untuk memanfaatkan kondisi pasar. Untuk membentuk portofolio yang optimal kami akan memperhatikan beberapa faktor:

  • Duration management
    Pengelolaan aktif dengan durasi portofolio yang dinamis. Penentuan durasi portofolio ditentukan dari kondisi pasar terkini terutama dengan pendekatan top-down analysis baik dari global maupun domestic macro backdrop

  • Relative valuation
    Alokasi pada obligasi tenor tertentu yang menawarkan spread imbal hasil menarik. Dan alokasi pada seri obligasi pemerintah off-the-run yang menawarkan imbal hasil lebih besar dibandingkan on-the-run series namun dengan menjaga risiko likuiditas yang terukur. 

  • Yield enhancement
    Optimalisasi potensi imbal hasil pada obligasi korporasi yang memiliki kualitas kredit yang pruden dan terpercaya berdasarkan analisa komprehensif tim analis kredit di Indonesia yang dibantu oleh analis kredit global. 

     

 

 

Unduh Dokumen

Lihat semua
Informasi libur

Menyambut Hari Raya Natal 2024, kantor kami tidak beroperasi pada 25-26 Desember 2024 dan akan kembali beroperasi pada 27 Desember 2024. Selengkapnya

View more
Informasi libur

Menyambut Hari Raya Natal 2024, kantor kami tidak beroperasi pada 25-26 Desember 2024 dan akan kembali beroperasi pada 27 Desember 2024. Selengkapnya

View more