10 September 2024
Bulan ini kami mengetengahkan komentar pasar terkini dari Portfolio Manager - Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Laras Febriany.
Pasar obligasi mencatat kinerja positif di bulan Agustus. Apa yang mendukung kinerja pasar?
Di bulan Agustus ini optimisme pasar kembali meningkat secara signifikan. Pasar percaya bahwa The Fed dapat mulai memangkas suku bunga di bulan September setelah data inflasi dan tenaga kerja AS semakin melandai. Pasar juga merespon positif pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell di simposium Jackson Hole, yang memberikan sinyal kuat bagi The Fed untuk melakukan penyesuaian kebijakan moneter karena meredanya tekanan inflasi dan meningkatnya risiko di sektor tenaga kerja. Perubahan pandangan ini berdampak positif bagi pasar Indonesia, tercermin dari Rupiah yang menguat ke kisaran IDR15400 serta arus dana investor asing yang meningkat ke pasar obligasi.
Faktor apa yang mendukung daya tarik investor asing ke pasar obligasi Indonesia? Apakah ada risiko arus dana asing berbalik?
Pada dasarnya Indonesia memiliki profil ekonomi yang menarik di antara negara berkembang lain, didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil, inflasi rendah, tingkat utang negara rendah, kondisi politik stabil, dan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi. Langka bagi suatu negara berkembang memiliki profil yang cukup baik secara menyeluruh karena biasanya ada saja masalah pada salah satu faktor tersebut. Dengan profil yang menarik itu, faktor kunci bagi investor adalah pada stabilitas nilai tukar Rupiah, karena pelemahan nilai tukar akan menggerus potensi imbal hasil bagi investor asing,membuat obligasi Indonesia kurang menarik, dan pada akhirnya dapat membuat arus dana asing berbalik. Dimulainya siklus pemangkasan suku bunga The Fed diperkirakan dapat menjadi iklim yang suportif bagi Rupiah dan bisa menarik arus dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia lebih lanjut.
Stabilitas Rupiah dapat mempengaruhi arus dana asing ke pasar obligasi. Lantas bagaimana pandangan Anda terhadap potensi stabilitas Rupiah ke depannya?
Secara historis, periode pemangkasan suku bunga The Fed adalah kondisi yang negatif bagi USD. Sejak tahun 1990, terdapat delapan siklus pemangkasan suku bunga The Fed, dan secara rata-rata nilai tukar USD melemah 1.1% dalam periode tersebut. Kondisi pelemahan USD ini harusnya dapat menjadi faktor yang suportif bagi stabilitas Rupiah.
Namun terdapat kondisi menarik, di mana pemangkasan suku bunga The Fed yang dipicu oleh kondisi resesi AS justru mendorong penguatan USD, seperti di tahun 2001, 2007, dan 2020, karena kondisi resesi meningkatkan permintaan USD sebagai aset safe haven. Jadi potensi terjadinya resesi AS dapat menjadi tantangan bagi stabilitas nilai tukar Rupiah ke depannya, di tengah naiknya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi Rupiah ke depannya adalah dinamika kondisi domestik dari inflasi, kinerja neraca perdagangan, dan kebijakan ekonomi pemerintah baru.
Bagaimana pandangan Anda terhadap risiko resesi AS, terutama setelah indikator resesi ‘Sahm Rule’ yang secara historis akurat memprediksi resesi telah terpicu?
Sahm rule adalah indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi awal dari resesi ekonomi berdasarkan kenaikan tingkat pengangguran. Indikator Sahm terpicu di bulan Juli, mencapai level 0.53 poin persentase, setelah tingkat pengangguran AS melonjak ke level 4.3%, yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2021, dan ini menjadi perhatian pasar yang khawatir terhadap risiko resesi.
Meskipun demikian, yang perlu diperhatikan adalah penyebab naiknya tingkat pengangguran. Pada kondisi resesi, tingkat pengangguran cenderung meningkat karena perusahaan mengurangi jumlah pegawai untuk efisiensi. Namun kondisi saat ini, kenaikan pengangguran lebih disebabkan oleh meningkatnya angkatan kerja (labor force participation naik), sementara tingkat PHK di AS masih rendah. Oleh karena itu kami memandang terpicunya Sahm rule saat ini bersifat semu. Selain itu, berdasarkan konsensus Bloomberg, probabilitas resesi AS 12-bulan ke depan di level 30%, turun dari probabilitas 50% di awal tahun.
Apakah ada potensi Bank Indonesia memangkas suku bunga lebih dulu dari The Fed, mengingat Rupiah sudah menguat dan inflasi domestik rendah?
Di rapat BI bulan Agustus BI menegaskan fokus kebijakan di triwulan 3 adalah untuk memperkuat stabilisasi Rupiah, sementara pemangkasan suku bunga baru berpotensi terjadi di triwulan 4. Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa BI belum akan bergerak di bulan September mendatang, menantikan pergerakan The Fed. BI menilai lebih baik untuk bersikap pruden, karena stabilitas Rupiah berdampak positif bagi ekonomi dengan menjaga stabilitas harga (dengan mengurangi imported inflation), mendukung sektor manufaktur padat karya dengan porsi impor bahan baku tinggi, dan menjaga stabilitas pasar finansial dengan menarik arus dana ke pasar domestik. Ke depannya, konsensus pasar memperkirakan BI akan bergerak lebih konservatif dibanding The Fed, dengan The Fed diperkirakan menurunkan suku bunga di kisaran 200bps hingga akhir 2025, sementara BI di kisaran 100bps di periode sama.
Memasuki siklus pemangkasan suku bunga, bagaimana kinerja pasar obligasi Indonesia dalam siklus pemangkasan suku bunga Bank Indonesia?
Di AS, secara historis terdapat dua skenario penyebab suku bunga dipangkas, karena inflasi sudah terkendali, atau merespon kondisi negatif di ekonomi yang membutuhkan dukungan kebijakan moneter seperti kondisi resesi atau krisis. Tapi di Indonesia, pemangkasan suku bunga BI merupakan sinyal bahwa makroekonomi domestik dalam kondisi yang kondusif, biasanya inflasi terkendali, atau Rupiah stabil. Maka dari itu pasar cenderung positif pada periode pemangkasan suku bunga BI. Kalau dilihat secara historis di periode 2011-2020 terdapat empat kali siklus pemangkasan suku bunga, di mana pasar obligasi secara rata-rata mencatat kinerja positif.
Pertanyaan terakhir, dengan banyaknya pilihan investasi di pasar saat ini, mengapa investor harus mempertimbangkan reksadana obligasi dalam portofolio investasinya?
Obligasi menawarkan potensi capital gain dan elemen stabilitas bagi portofolio investor. Kelas aset obligasi secara historis mencatat kinerja baik dalam periode pemangkasan suku bunga, sehingga dapat menjadi opsi bagi investor untuk mendapatkan potensi capital gain memasuki periode pemangkasan suku bunga global. Di sisi lain, pasar tidak bergerak dalam garis lurus, selalu saja ada dinamikanya, oleh karena itu karakter obligasi yang defensif memberikan elemen stabilitas untuk menjaga keseimbangan portofolio investor.
Reksadana obligasi dapat menjadi opsi bagi investor untuk menangkap potensi di pasar obligasi. Dengan reksadana obligasi investor dapat memiliki eksposur obligasi yang terdiversifikasi di berbagai tenor dan jenis obligasi, serta pengelolaan secara aktif yang dilakukan Manajer Investasi untuk menyesuaikan strategi portofolio dengan kondisi terkini. Di MAMI pengelolaan reksadana obligasi dilakukan secara aktif dengan fokus pada manajemen durasi serta pemilihan efek. Kami juga mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali.
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) adalah manajer investasi dengan total dana kelolaan terbesar di Indonesia, yaitu Rp102 triliun (Juni 2024) dengan pangsa pasar 12,3% (Desember 2023) di antara >90 perusahaan manajer investasi. MAMI telah hadir dan mendampingi langkah dari lebih dari 2 juta investor individu dan institusi (per akhir Desember 2023) selama 27 tahun sejak 1996. MAMI adalah bagian dari Manulife Investment Management dan Manulife Financial Corporation yang berkantor pusat di Toronto, Kanada.
IDB: Pertumbuhan ekonomi AS direvisi naik
Baca selengkapnyaIDB: The Fed Indikasikan pemangkasan suku bunga lebih gradual
Baca selengkapnyaIDB: Ekspektasi BI Rate tetap di 6%
Baca selengkapnya