Masa pensiun sering dilihat dalam perspektif negara maju saja, di mana lengkap terdapat sistem jaminan sosial, perawatan kesehatan, serta program dana pensiun yang kuat. Sementara untuk di Asia, kita dapat memetik pelajaran menarik mengenai seperti apa program pensiun di masa depan, karena pasar keuangan di kawasan Asia pada saat ini menawarkan beragam dan tingkat perlindungan pensiun, dan dengan profil demografis yang bervariasi, akan muncul inovasi-inovasi kebijakan dalam mempersiapkan masa depan. Tujuan utama dari serial Diverse Asia ini adalah untuk menunjukkan bagaimana pasar seperti Hong Kong, Indonesia, Malaysia, dan Taiwan membangun jalan masing-masing dalam menghadapi tantangan dan menawarkan peluang baru bagi masyarakat mereka. Kami ingin menunjukkan bagaimana keanekaragaman di Asia, serta keberagaman masyarakatnya, menyediakan sebuah model potensial yang dapat dipelajari oleh kawasan lain.
Di seri pertama dari artikel ini, Manulife Investment Management mengeksplorasi kesiapan pensiun beberapa populasi di kawasan Asia Pasifik sambil melihat isu dan tanggapan dari Hong Kong, Indonesia, Malaysia, dan Taiwan. Isi dari artikel ini dibangun berdasarkan riset yang dilakukan oleh The Sau Po Center on Ageing di University of Hong Kong.1
Tujuan kami adalah untuk menyelami bagaimana kesiapan pensiun di Asia secara kontekstual serta mengeksplorasinya secara kualitatif maupun kuantitatif.
Untuk seri ini, kami memfokuskan riset kami di Hong Kong, Indonesia, Malaysia, dan Taiwan, karena mereka dapat memberikan gambaran keberagaman Asia dengan perbedaan yang mereka miliki di dalam tahapan demografisnya. Mereka memiliki populasi berusia muda (young population), populasi yang menua (ageing population), maupun yang berusia lanjut (aged population) dan pemerintah maupun industri mereka mulai memperkenalkan solusi menghadapi tantangan demografis maupun kesehatan.
Asia sebagai rumah bagi pasar yang beragam dengan populasi berusia muda, menua, dan berusia tua, kami menemukan bahwa tidak ada pendekatan satu solusi untuk mengatasi seluruh masalah pensiun di Asia. Kami menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi seperti usia, gender, dan struktur keluarga sebagai kunci pembahasan mengenai pensiun. Solusi yang dapat digunakan pada masyarakat Hong Kong mungkin saja tidak dapat digunakan untuk masyarakat Malaysia. Namun keberagaman adalah kekuatan, dan di saat perlu untuk mengatasi masalah kesiapan masa pensiun, negara-negara di Asia dapat saling belajar satu dengan yang lain.
Kami meyakini cara terbaik memenuhi kebutuhan pensiun kelompok masyarakat yang beragam adalah dengan memberikan berbagai sudut pandang, memicu pemikiran baru, serta membekali masyarakat dengan perangkat literasi dan digital agar mereka mampu membuat keputusan tepat serta menjadi mapan secara finansial secara jangka panjang. Seri kali ini kami buat dengan harapan mendorong semakin banyaknya diskusi langsung dan terbuka mengenai masalah ini, karena kita tidak bisa terus acuh atas faktor-faktor tersebut.
Di Manulife Investment Management, keberadaan kami di pasar Asia meninggalkan jejak investasi unik. Kami berkesempatan melayani beragam masyarakat sehingga kami mampu menyampaikan cerita mereka untuk memperlihatkan sisi Asia yang tidak dapat disampaikan oleh mereka yang tidak berada langsung di sana. Maka dengan senang hati kami menyampaikan temuan kami dan menceritakan kisah unik dari masing-masing pasar tersebut. Kami meyakini bahwa insight yang telah kami kumpulkan dapat digunakan bagi kepentingan negara-negara lain di Asia.
Populasi dunia yang menua (ageing population) saat ini menimbulkan kekhawatiran. Pergeseran demografis muncul akibat menurunnya tingkat kesuburan, rumah tangga yang makin menyusut, makin mahalnya biaya kesehatan, serta fragmentasi struktur keluarga tradisional.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2030, satu dari enam orang di dunia akan berusia 60 tahun atau lebih. Namun di luar fakta tersebut, populasi yang berbeda mengalami penuaan dengan kecepatan yang berbeda pula, hal ini terlihat paling jelas di Asia. Menurut the Asian Development Bank, pada 2030, satu dari empat orang di Asia akan berusia di atas 60 tahun, meski begitu, beberapa market di Asia Tenggara seperti Laos dan Kamboja memiliki populasi paling muda di dunia, dengan orang yang berusia di atas 65 tahun hanya 5,5% dan 4,4% dari keseluruhan populasinya. Hal ini menegaskan kenyataan bahwa Asia adalah kawasan yang sangat beragam, dengan market yang berada pada tahap pembangunan ekonomi dan demografi yang berbeda satu dengan yang lain.
Kita ambil Hong Kong sebagai contoh: Hong Kong memiliki populasi usia lanjut yang besar, dengan 19,1% dari keseluruhan populasinya berusia di atas 65 tahun, serta 24,5% orang dewasa di Hong Kong berusia antara 50 hingga 64 tahun. Ini artinya usia rata-rata populasi Hong Kong adalah 44,9 tahun, nomor dua tertinggi di Asia. Market seperti Jepang saat ini dianggap berada pada tahap super-aged, di mana 28,7% populasinya berusia di atas 65 tahun. Sementara di sisi lain dari spektrum ini adalah Indonesia, dengan populasi yang jauh lebih muda, hanya 6,3% populasinya berusia di atas 65 tahun. Namun Indonesia menghadapi tantangan demografisnya sendiri dengan penurunan support ratio yang dramatis – angka penduduk berusia 15 hingga 64 tahun per satu orang berusia 65+, yang diperkirakan akan menurun dari angka 13,8 di tahun 2000 menjadi 4,1 di 2050 – semenjak pemerintah Indonesia mengambil inisiatif untuk mengendalikan overpopulasi di era 1970an.
Pendek kata, seperti di banyak market di Eropa, Asia juga harus menghadapi tantangan dua arah di mana semakin banyak orang berusia lanjut memasuki masa pensiun sementara semakin sedikit orang yang berusia lebih muda yang dapat merawat mereka. Namun, meski ada tantangan semacam ini, ada pula perkembangan positif yang dapat kita lihat di beberapa market.
Perkembangan positif ini datang dalam bentuk adanya inisiatif kebijakan dari pemerintah, maupun mulai banyaknya individual yang mau mengatur sendiri rencana pensiunnya dengan mempertimbangkan opsi-opsi investasi yang tersedia. Solusinya berupa adanya dukungan dari negara dalam berbagai bentuk, banyaknya pilihan investasi di pasar yang terfokus untuk program pensiun, serta struktur keluarga. Beragamnya konsep ageing ini menjadi lahan yang subur untuk dilakukannya eksplorasi dan pengujian atas solusi-solusi yang tersedia, terutama karena Asia tidak terlalu terikat pada legacy pension system dibanding kawasan negara maju. Lebih jauh lagi, luasnya konteks demografi, ekonomi, dan sosial di Asia memberikan dinamika kepada lanskap pensiun di kawasan ini. Hasilnya, lanskap pensiun di Asia tetap lebih potensial dan positif bila dibandingkan dengan Eropa dan Amerika Serikat.
Untuk memahami kompleksnya tantangan demografis di Asia serta respons terhadap tantangan-tantangan tersebut, penting bagi kita untuk mempunyai definisi yang jelas mengenai ageing di kawasan yang berbeda-beda. Definisi kami adalah sebagai berikut, berdasarkan referensi dari PBB dan Organisasi untuk Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) :
• Young (muda) – kawasan di mana kurang dari 7% populasinya berusia 65+
• Ageing (penuaan) – kawasan di mana lebih dari 7% sampai kurang dari 14% populasinya berusia 65+
• Aged (lanjut usia) – kawasan di mana lebih dari 14% sampai kurang dari 20% populasinya berusia 65+
• Super-aged – kawasan di mana lebih dari 20% populasinya berusia 65+
Menurut definisi di atas, hanya ada sedikit populasi di Asia yang berada dalam kategori usia muda, termasuk di dalamnya Indonesia, Filipina, dan Kamboja; Tiongkok Daratan dan Malaysia berada pada kategori penuaan; sedangkan Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan berada dalam kategori lanjut usia.
Penting untuk dicatat bahwa selain hanya mengukur faktor usia, kami juga mengadopsi sebuah konsep portofolio – yang menggabungkan berbagai statistik demografis secara holistik – untuk menentukan apakah sebuah masyarakat mengalami penuaan. Untuk memahami dampak dari penuaan terhadap pembangunan sosial dan ekonomi di dalam sebuah konteks demografis yang spesifik, sebuah konsep portofolio dapat memberikan berbagai sudut pandang yang berbeda untuk kami sehingga dapat menghasilkan cara pandang yang lebih organik.
Sumber: “World Population Prospects 2022, Online Edition,” Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN DESA), Divisi Kependudukan, 2022. Data rasio harapan hidup dan ketergantungan usia tua/support ratio berasal dari “World Population Prospects 2022, Online Edition,” Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN DESA), Divisi Kependudukan, 2022; data harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan untuk wilayah selain Hong Kong dan Taiwan berasal dari “Healthy life expectancy (HALE) Data by Market,” Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2020; data harapan hidup sehat untuk Hong Kong diadaptasi dari “Are We Living Longer and Healthier?” Journal of Aging and Health, 2020; dan data untuk Taiwan diadaptasi dari “Mortality, morbidity, and risk factors in Taiwan, 1990–2017: Findings from the Global Burden of Disease Study 2017,” Journal of the Formosan Medical Association, 2021.
Lebih jauh lagi, bagi banyak market di Asia, transisi dari masyarakat dalam tahap penuaan menuju masyarakat dalam kategori lanjut usia berlangsung semakin cepat. Berdasarkan Asia Health and Wellbeing Inisiative (Inisiatif Kesehatan dan Kesejahteraan Asia), Asia Tenggara dan Asia Timur saja diperkirakan akan memiliki 572,5 juta orang berusia 65+ pada 2050, yang mana, dua kali jumlahnya saat ini. Kami meyakini bahwa tantangan unik yang dihadapi Asia adalah kecepatan dari transisi tersebut, yang berlangsung 3x hingga 4x lebih cepat dari di market-market yang lain.
Kita juga dapat meninjau trajektori dari penuaan populasi di setiap market di Asia pada masa yang akan datang, yang diindikasikan oleh berapa tahun yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut untuk bergeser dari kategori menua ke lanjut usia. Berdasarkan informasi yang ada saat ini, kami memperkirakan Asia akan berada pada kategori lanjut usia kurang dari 20 tahun lagi (pada 2040) dan kategori super-aged kurang dari 40 tahun lagi (pada 2060).
Menurut pandangan kami, dunia yang berkelanjutan di dalam konteks ageing karenanya akan bergantung pada Asia yang berkelanjutan. Pada 2050, populasi orang lanjut usia di Asia akan menyumbang 63% dari keseluruhan angka populasi lansia di dunia serta akan memiliki fitur-fitur ageing-nya sendiri seperti telah didiskusikan (kecepatan penuaan yang terdiversifikasi, tingkatan demografis heterogen); karenanya Asia harus mengembangkan strategi pensiunnya sendiri baik dari sudut pandang pasar oleh pemerintah maupun swasta (industri). Dengan kata lain, tidak ada model yang dapat ditiru: Asia harus mengembangkan modelnya sendiri.
Data tersebut memperlihatkan besarnya tantangan demografis yang harus dihadapi masing-masing market di Asia, namun selain ada risiko, ada pula peluang di sana. Yang terpenting, tidak ada satu solusi saja untuk semua masalah yang dapat digunakan oleh pemerintah. Kondisi Asia yang sangat beragam mengharuskan setiap market untuk menghadapi masalah demografinya masing-masing dengan metodologi yang sangat spesifik. Ini berarti juga market-market Asia dengan skema keterlibatan negara yang kurang komprehensif mungkin juga dapat memberikan ruang untuk inovasi serta biaya pensiun yang lebih kecil bila dibandingkan dengan market-market Barat. Market Asia dapat pula belajar banyak dari rute-rute berbeda yang tengah dieksplorasi di kawasan tersebut, seperti yang akan kami jelaskan pada bagian berikutnya, yang berfokus pada berbagai respons – baik dari pihak pemerintah maupun individu – yang saat ini tengah berlangsung di sub-kawasan Hong Kong, Taiwan, Malaysia, dan Indonesia.
Sejak mulai mewabah pada Desember 2019, COVID-19 telah menyebabkan hilangnya banyak nyawa serta menjadi ancaman serius terhadap sistem medis dan kesehatan di kawasan yang terdampak. Sementara ancaman COVID-19 saat ini telah menjadi sesuatu yang umum di banyak market, termasuk di Asia, beberapa headwind demografi menjadi semakin kuat namun tidak mengurangi tiga tren ini: angka kematian yang lebih tinggi di kelompok usia yang lebih tua, kekhawatiran mengenai tingkat kesuburan, serta menurunnya kesiapan menghadapi pensiun dan berpotensi makin panjangnya masa kerja – yang menyebabkan tantangan-tantangan tersebut semakin sulit untuk dihadapi.
COVID-19 menyebabkan meningkatnya angka kematian, terutama di kelompok usia yang lebih tua yang lebih rentan terhadap komplikasi yang disebabkan oleh varian-varian COVID-19. Sebagai contoh, di Hong Kong, lebih dari 9000 orang meninggal dunia selama lima gelombang pertama pandemi, dan mayoritas di antara mereka berasal dari kelompok usia lanjut yang lebih rentan. Menurut estimasi WHO, hingga Desember 2021, Indonesia mencatat lebih dari 1 juta kematian yang berhubungan dengan COVID-19.
COVID-19 berpotensi memiliki efek negatif terhadap angka kesuburan. Walaupun tren jangka panjangnya belum jelas terlihat, penurunan angka kesuburan yang berlarut-larut dapat memperparah ketidakseimbangan struktur usia populasi dengan masyarakat pada kategori menua dan lanjut usia, seperti Hong Kong dan Taiwan. Di Indonesia, pemerintah khawatir COVID-19 dapat membatasi akses masyarakat terhadap alat kontrasepsi, yang akan menyebabkan lonjakan angka kehamilan dan kelahiran, namun ternyata tingkat kesuburan di 2021 tetap berada pada level yang rendah.
COVID-19 menyebabkan melemahnya kemampuan finansial masyarakat dan memaksa mereka untuk menggunakan simpanan jangka panjang, yang berpotensi mengikis pendapatan masa pensiun mereka. Beberapa market juga memilih untuk melonggarkan pembayaran iuran jaminan pensiun, yang juga dapat berarti banyaknya warga masyarakat yang menunda masa pensiun untuk membangun kembali tabungan pensiun mereka.
Sebagai contoh di Malaysia, di bawah tekanan yang disebabkan oleh pandemi, pemerintahnya menurunkan iuran jaminan pensiun pekerja serta mengizinkan para pekerja yang mengalami kesulitan ekonomi untuk menarik dana dari sistem iuran jaminan pensiun pasti mereka, yang dikenal dengan Employees Provident Fund (EPF). Sejak program penarikan dana ini diluncurkan, lebih dari 7,3 juta anggota EPF tercatat telah menggunakan fasilitas ini, menarik total dana simpanan pensiun sebesar RM101 miliar..
Kementerian Keuangan Malaysia telah memperingatkan akan adanya efek buruk jangka panjang dari penarikan dana pensiun tersebut serta menganjurkan para anggota EPF untuk memperpanjang masa kerja empat hingga enam tahun untuk membangun kembali simpanan pensiun mereka. Perlu dicatat pula bahwa Malaysia memiliki usia pensiun yang cukup dini (55 tahun) bila dibandingkan dengan market lain di Asia, yang berkontribusi pada munculnya masalah kesenjangan simpanan pensiun di Malaysia, yang sudah menjadi masalah yang cukup serius bahkan sebelum pandemi COVID-19.
Dengan semakin banyaknya orang di Asia yang meninggalkan angkatan kerja serta memasuki masa pensiun, beban finansial pemerintah pun bertambah. Banyak market yang mencoba untuk membuat sebuah sistem tunjangan kesejahteraan yang didanai pemerintah yang dapat membantu mengurangi beban pemerintah dengan menerapkan pendekatan campuran yang mencakup peran pemerintah, market, dan keluarga dalam penyediaan jaminan kesejahteraan serta sistem kesejahteraan sosial yang mencakup beberapa domain, termasuk di dalamnya dana pensiun, kesehatan (pelayanan kesehatan primer dan akut), serta perumahan.
Di Hong Kong misalnya, sistem kesejahteraan sosial mereka merupakan model campuran yang bersandar pada sudut pandang yang berorientasi pada pasar di mana pelayanan kesehatan ada untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, sementara banyak domain kesejahteraan dan jaminan sosialnya yang tetap disubsidi oleh pemerintah. Walaupun sistem kesejahteraan di pasar negara berkembang belum semaju di negara-negara Barat, namun usaha-usaha untuk mencapai pendekatan yang lebih komprehensif mengenai kesejahteraan terus dilakukan, termasuk untuk pelayanan kesehatan universal.
Sumber: Legco, 2018; MPFSA, 2022. Data pensiun sosial, tunjangan anak dan keluarga dikumpulkan dari “Statistics on social protection” oleh ILOSTAT, 2022 (https://ilo/org/topics/social-protection/) ; Data pelayanan kesehatan untuk wilayah selain Taiwan disusun dari “Universal Health Care Service Coverage Index”, WHO, 2022; Data pelayanan kesehatan untuk Taiwan diadaptasi dari “Universal Health Coverage: Taiwan International Nursing Conference 2020” oleh Ministry of Health and Welfare, 2020; Data perumahan untuk Hong Kong diadaptasi dari “Population by Census 2016” oleh Census and Statistic Department, 2016; Data perumahan untuk Taiwan diadaptasi dari “Public Housing Policy in Taiwan” oleh Chang & Yuan, 2013, The Future of Public Housing: Ongoing Trends in the East and the West, p.86; Data perumahan untuk Malaysia diadaptasi dari “KPKT statistics 2020” oleh Ministry of Housing and Local Government, 2020; Data perumahan untuk Indonesia diadaptasi dari ”Indonesia-A Roadmap for Housing Policy Reform” oleh Kementerian PPN/Bappenas, 2015, hal.116.
Analisa kami menunjukkan bahwa pemerintah Hong Kong dan Taiwan memegang peranan yang penting dalam urusan layanan kesehatan, ketenagakerjaan, dan perumahan, dengan populasi kelas menengah yang relatif dominan (kelas menengah di sini diwakili oleh kelompok masyarakat berpenghasilan menengah pada masing-masing market, dengan mengadopsi pendekatan relatif untuk menetapkan ambang batasnya); sementara peran pemerintah Malaysia dan Indonesia di bidang ini terlihat lebih lemah. Meski demikian, Indonesia dan Malaysia masih bergantung pada dukungan keluarga dan masyarakat dalam membantu kaum lanjut usia yang miskin. Dilihat dari sudut pandang pembagian peran antara pemerintah, industri, dan keluarga, kami merekomendasikan agar pemerintah Hong Kong dan Taiwan lebih berfokus pada penyempurnaan pengelolaan dana pensiun, serta lebih banyak usaha untuk perlindungan terhadap pendapatan di masa pensiun di Indonesia dan Malaysia.
Negara tentu saja memiliki berbagai keterbatasan untuk membiayai populasi yang telah berada di masa pensiun. Karenanya, menginvestasikan dana pensiun menjadi cara yang paling tepat yang dapat dilakukan oleh individu untuk memaksimalkan kesempatannya menikmati masa pensiun. Pada umumnya, rasio cakupan efektif angkatan kerja yang ter-cover oleh kontributor skema pensiun aktif tetap lebih rendah di Asia dan Pasifik (54,7%) bila dibandingkan dengan di Amerika Utara (95,0%) dan Eropa (84,3%). Kami akan menyoroti lebih jauh perbedaan situasi cakupan di Asia karena data terkini menunjukkan cakupan yang lebih baik di Asia Tenggara dan Pasifik (70,7%) daripada di Asia Selatan (26,1%).
Salah satu indikator penting yang menunjukkan seberapa sehat sistem pensiun dari market-market yang berbeda adalah tingkat penggantian (replacement rate), yang mengukur seberapa besar pendapatan pensiun bila dibandingkan dengan pendapatan sebelum pensiun. Menurut OECD, tingkat penggantian dana pensiun bersih atau net pension replacement rate (dihitung dari pendapatan pensiun bersih dibagi dengan pendapatan sebelum pensiun, dengan dikurangi dana yang dikeluarkan untuk pembayaran pajak pribadi dan iuran Jaminan Sosial) menunjukkan perbedaan yang besar di antara market-market di Asia (mulai dari 39,3% di Thailand dan 41,4% di Hong Kong, hingga 85,5% di Malaysia dan 99,3% di India), sementara angka rata-ratanya di antara market-market OECD adalah sekitar 63%. Dengan kata lain, di beberapa market Asia masih ada masyarakat yang menerima pensiun yang tidak mencukupi agar mereka dapat hidup nyaman setelah pensiun.
Semua indikator ini membuat kami yakin bahwa masih banyak sistem pendapatan pensiun di Asia yang belum siap untuk menghadapi penuaan populasi yang diperkirakan akan terjadi dalam rentang waktu dua dekade ke depan. Karenanya, pemerintah di seluruh Asia harus membuat kebijakan untuk mereformasi sistem pensiun dan dengan pemberian insentif agar masyarakat mau menabung (baik secara wajib maupun sukarela) untuk masa pensiun. Sementara institusi finansial dapat membantu memenuhi permintaan akan produk pendapatan masa pensiun yang dapat memberikan imbal hasil yang sesuai dengan harapan para investor dana pensiun. Pada tingkat individu, bila seseorang menginginkan standar kehidupan yang layak di masa pensiun, maka ia harus melakukan persiapan-persiapan sendiri sambil tetap memperhitungkan kebutuhan akan dukungan keluarga.
Dapat dikatakan bahwa pandemi COVID-19 telah membantu akselerasi beberapa layanan kesehatan digital yang akan menguntungkan bagi populasi yang menua. Di Indonesia misalnya, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan perusahaan layanan transportasi Gojek dan platform layanan telemedis Halodoc untuk menyampaikan hasil diagnosa COVID-19 dengan lebih cepat ke daerah-daerah terpencil. Pemerintah Indonesia juga berhasil meluncurkan aplikasi PeduliLindungi, sebuah aplikasi tracing COVID-19 yang dapat memberikan peringatan secara real time kepada penggunanya bila mereka melakukan kontak dengan suspek penderita COVID-19. Di Malaysia, Kementrian Kesihatan (Ministry of Health) bekerjasama dengan platform telemedis DoctorOnCall untuk membuat portal konsultasi kesehatan virtual yang menyediakan layanan konsultasi kesehatan gratis dengan para ahli kesehatan keluarga. Indonesia dan Malaysia memang termasuk maju di kawasan Asia dalam hal regulasi layanan telemedis, dan mereka telah memiliki provisi khusus untuk kerahasiaan data yang menyangkut layanan telemedis.
Penyusutan jumlah populasi yang berada dalam usia kerja tengah terjadi di beberapa market dengan tingkat pendapatan menengah di Asia, namun hal ini bukanlah sebuah tren universal; di Indonesia misalnya, populasi usia kerja meningkat dari 53,4% pada tahun 1971 menjadi 70,7% di 2020. Hal ini memberikan dividen demografis bagi Indonesia dan negara-negara Asia lainnya yang berada pada kategori populasi muda, yang menyediakan peluang bagi mereka untuk mengembangkan perekonomian mereka serta berinvestasi pada kesehatan dan kualitas hidup warga masyarakatnya.
Di Hong Kong, yang memiliki salah satu tingkat harapan hidup tertinggi di dunia, pemerintahnya telah mencanangkan pengerahan sumber daya yang lebih besar untuk membangun sebuah sistem perawatan jangka panjang serta pemberian layanan kesehatan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Menurut Labour and Welfare Bureau (Biro Tenaga Kerja dan Kesejahteraan) Hong Kong: “Total pengeluaran untuk pemberian layanan bagi kelompok lansia pada tahun 2021-22 diperkirakan mencapai $14,2 miliar, sekitar 89% lebih tinggi daripada total pengeluaran pada 2017-2018. Ditambahnya sumber daya memungkinkan pemerintah untuk memberikan lebih banyak layanan bersubsidi bagi kelompok lansia, sehingga dapat mengurangi waktu tunggu bagi para lansia yang membutuhkan pelayanan”.
Taiwan telah melampaui ambang batas sebagai masyarakat dalam kategori menua di 2018, dan saat ini memiliki tren yang sama dengan Hong Kong mengenai tingkat harapan hidup sehatnya, di mana para lansia di sana dapat hidup lebih lama meski dengan kekurangan fisik dan disabiltas. Di 2016 Taiwan meluncurkan Long-Term Care (LTC) Plan 2.0, sebuah sistem yang lebih komprehensif yang dirancang untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi para lansia. Yang termasuk di dalam rencana ini adalah cakupan yang lebih luas serta layanan yang lebih mudah diakses, sistem tiga tingkat berbasis komunitas untuk mengatasi hal-hal yang menyangkut ageing, serta jadwal pemberian subsidi baru dengan rancangan pemberian layanan perawatan yang dikustomisasi. Pemerintah Taiwan juga menurunkan batas usia minimum penerima layanan perawatan (dari 65 tahun menjadi 50 tahun) di dalam LTC Plan 2.0.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa hidup yang lebih panjang tidak serta merta berarti hidup yang lebih sehat; sebagai contoh, di Hong Kong, orang makin menyadari betapa berbahayanya tidak memiliki simpanan yang cukup agar dapat menikmati masa pensiun yang nyaman. Sebuah studi di Hong Kong mengenai pengelolaan uang oleh orang-orang pada kelompok usia mature adulthood (di dalam studi ini didefinisikan sebagai individu yang berusia antara 50-69 tahun) menunjukkan bahwa lebih dari setengah orang dalam kelompok usia ini (59%) mengekspresikan kesadaran mereka mengenai adanya tantangan-tantangan di tahapan kehidupan mereka selanjutnya serta merasa khawatir mereka akan hidup lebih lama dari yang dapat ditanggung oleh simpanan pensiun mereka.
Namun pada catatan yang lebih optimistis, di dalam kondisi tersebut orang juga menjadi lebih cerdas secara finansial serta memiliki keinginan untuk mengubah situasi finansialnya bila memungkinkan. Mayoritas partisipan survei ini (85%) sepakat bahwa mereka akan memperoleh keuntungan dari penambahan sumber daya yang akan digunakan untuk mengedukasi mereka mengenai cara untuk mencapai masa pensiun yang lebih sehat. Meningkatnya kesadaran seperti ini tentu saja akan membawa harapan untuk perubahan. Laporan ini juga menunjukkan bahwa tidak bisa hanya ada satu pendekatan untuk meninjau semua hal yang berhubungan dengan pendidikan maupun solusi finansial baik untuk mereka yang tengah mempersiapkan masa pensiun, mendekati masa pensiun, maupun yang telah berada pada masa pensiun. Strategi yang berbeda-beda harus dibuat khusus untuk masing-masing sub-kelompok tersebut.
Lanskap pensiun di Asia tetap sangat berbeda dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Tekanan-tekanan tentu saja ada, namun orang-orang semakin memiliki kesadaran secara finansial serta mau belajar, beradaptasi, dan mempersiapkan dirinya. Pemerintah juga menyadari adanya tantangan-tantangan tersebut serta terus mencari berbagai cara untuk mengatasinya. Beberapa negara, seperti Brunei, telah menaikkan batas usia pensiun, Indonesia telah menaikkan iuran Jaminan Sosial, sedangkan Thailand dan Vietnam telah meningkatkan dana pensiun non-kontribusi. Meskipun masih banyak yang dapat dan harus dilakukan dari sisi inisiatif kebijakan, namun kami yakin hal tersebut akan segera dilakukan.
Seperti telah dikatakan, pandemi COVID-19 serta kondisi yang menyusul setelahnya telah memaksa pemerintah di Asia untuk meningkatkan provisi layanan kesehatan di masing-masing negara, dan kita telah melihat berbagai inovasi baru yang menarik di bidang layanan kesehatan. Bila tujuan dari sebuah masyarakat adalah untuk meningkatkan kualitas hidup warganya, maka kondisi yang ada sekarang patut untuk dipandang dengan penuh rasa optimis.
Dari perspektif finansial, sebuah populasi yang menua akan terus menghadirkan peluang yang unik bagi industri-industri tertentu; terutama, meningkatnya jumlah populasi yang memasuki masa pensiun akan mendorong meningkatnya permintaan untuk layanan pengelolaan kekayaan. Semakin gencarnya pendidikan finansial bagi populasi tersebut akan semakin mendorong akselerasi permintaan tersebut, membantu terbentuknya sebuah masyarakat yang merasa berdaya secara finansial serta memegang kendali penuh atas masa depan finansial mereka. Namun masyarakat tidak dapat menyelesaikan masalah ini sendirian: kebijakan pemerintah memainkan peranan yang semakin penting di sini. Pelayanan kesehatan yang terjangkau dan mudah diakses adalah salah satu aspek yang penting; yang lainnya adalah adanya reformasi sistem pensiun serta pemberian insentif untuk mendorong keinginan menabung untuk masa pensiun. Dalam hal ini, market-market di Asia dapat saling belajar satu sama lain. Keberagaman Asia adalah salah satu kekuatan terbesar mereka, dan melalui keberagaman inilah dapat terbuka jalan untuk mengatasi tantangan-tantangan demografis.
Dalam artikel kami yang selanjutnya, kami akan melihat lebih jauh mengenai kesiapan pensiun di Asia, menyoroti faktor-faktor di belakang terjadinya perbedaan dana pensiun di antara gender, serta menelusuri bagaimana kesenjangan pendapatan tersebut dapat dijembatani.
Kami sampaikan rasa terima kasih kami kepada Dr CH Peng dari Department of Social Work and Social Administration, University of Hong Kong yang telah menyumbangkan feedback untuk tulisan ini, dan Prof. Tengku Aizen Hamid dari Universiti Putra Malaysia, serta Prof. Tri Budi W Rahardjo dari Universitas Respati Indonesia, yang telah memberikan komentar mengenai provisi kesejahteraan dan proteksi pensiun di Malaysia dan Indonesia.
1 Manulife Investment Management melibatkan Sau Po Centre on Aging di University of Hong Kong (“HKU”) dalam kapasitas sebagai konsultan (biaya konsultasi termasuk) untuk melakukan layanan konsultasi untuk Diverse Asia leadership series
2 Hong Kong: Centre for Health Protection of the Department of Health, data dikumpulkan sejak dimulainya gelombang kelima (data sementara), per 15 Agustus 2022; Taiwan: Taiwan Centers for Disease Control, per 15 Agustus 2022. Malaysia: The official Malaysia government website for data and insights on COVID-19, kematian kumulatif sejak merebaknya COVID-19 dari tahun 2020 (jumlah kasus kematian dalam 24 minggu terakhir, kelompok usia 60+), per 15 Agustus 2022; Indonesia: World Health Organization, jumlah kematian kumulatif sejak merebaknya COVID-19 mulai tahun 2020 per 15 Agustus 2022.
AHWIN (2020) Data mengenai Aging. Tersedia di ahwin.org/data-on-aging; dihimpun berdasarkan World Population Prospects: The 2019 Revision, Key Findings and Advance Tables (2019), Perserikatan Bangsa-Bangsa, Departemen Ekonomi dan Masalah Sosial, Divisi Kependudukan.
Andersson, P. (2022) Leaving No One Behind in Asia and the Pacific - Experience with Statistical Tools, Social Development Division, ESCAP.
Brown, T. H., Richardson, L. J., Hargrove, T. W., & Thomas, C. S. (2016) Using Multiple-hierarchy Stratification and Life Course Approaches to Understand Health Inequalities: The Intersecting Consequences of Race, Gender, SES, and Age. Journal of Health and Social Behavior, 57(2), 200–222. Tersedia di https://doi.org/10.1177/0022146516645165.
Census and Statistics Department. (2016). Housing Characteristics of Hong Kong, Population by Census 2016. HKSAR. Diambil dari: https://www.bycensus2016.gov.hk/en/Snapshot-05.html
Chang, C.O., & Yuan, S.M. (2013). Public Housing Policy in Taiwan. In the Future of Public Housing (pp. 85–101). Springer Berlin Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-642-41622-4_6
Gender Equality Committee of the Executive Yuan. (2022). Total tingkat kesuburan. https://www.gender.ey.gov.tw/gecdb/Stat_Statistics_Query.aspx?sn=y%24Y9258dU59GrN2vb76Uaw%40%40&statsn=hAycDNH6og5HX58VF4YjEg%40%40&d=&n=196618 [hanya dalam Bahasa Tiongkok]
Guinea-Martin, D., Mora, R. & Ruiz-Castillo, J. (2018) The Evolution of Gender Segregation over the Life Course. American Sociological Review, 83(5),983-1019.
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), World Social Protection Database (2022). Diambil dari https://wspr.social-protection.org
K H Chan, R. (2002). The Welfare System in Southeast Asia: Development and Challenges. Di dalam R. K. H. CHAN, K. K. LEUNG, & R. M. H. NGAN (Eds.), Development in Southeast Asia: Review and Prospects (pp. 131-162). (Routledge Revivals). Ashgate Publishing Ltd.
Lou, V, et al. (2021). Research on retirement protection and related services in Hong Kong: Survey on retirement readiness of middle-income group. HKRSA. Tersedia di https://repository.cihe.edu.hk/jspui/handle/cihe/1643.
Mungkasa. O. (2015). Indonesia – A Roadmap for Housing Policy Reform. Diambil dari https://www.academia.edu/12118993/Indonesia_A_Roadmap_for_Housing_Policy_Reform
Kelompok pendapatan kelas menengah untuk HK: Rumah tangga yang termasuk dalam kuintil pendapatan bulanan ke-3. Referensi: Wong. Y.C. et al (2021) Research on Retirement Protection and Related Services in Hong Kong. HKRSA.
Kelompok pendapatan kelas menengah untuk Taiwan: Rumah tangga dengan pendapatan yang dapat dibelanjakan antara 75% hingga 200% dari pendapatan rata-rata. Referensi: 連賢明、楊子霆與曾中信 (2022) 《臺灣中產階級所得變動趨勢之研究》。國家發展委員會(台灣)。報告編號 (111)003.0202 [hanya dalam Bahasa Tiongkok]
Kelompok pendapatan kelas menengah untuk Malaysia: 2,5 x garis kemiskinan – Pendapatan Rata-Rata. Referensi: Bank Dunia (2014) “Malaysia Economic Monitor: Towards a Middle-Class Society.” Laporan No. 93237, Bank Dunia, Bangkok.
Kelompok pendapatan kelas menengah untuk Indonesia: Individu dengan pendapatan antara 75% hingga 200% dari pendapatan rata-rata negara. Referensi: Kharas, H. (2010) "The Emerging Middle Class in Developing Markets", OECD Development Centre Working Papers, No. 285, OECD Publishing, Paris.
Ministry of Finance (Kementrian Keuangan) Malaysia. (3 Maret 2022). EPF special withdrawals totalling RM101 bln benefit 7.34 mln members - MOF [kutipan pers]. Diambil dari https://www.mof.gov.my/portal/en/news/press-citations/epf-special-withdrawals-totalling-rm101-bln-benefit-7-34-mln-members-mof
Ministry of Housing and Local Government (Kementrian Perumahan dan Kerajaan Tempatan), (2020). KPKT statistics 2020. Diambil dari: https://www.kpkt.gov.my/kpkt/resources/user_1/GALERI/PDF_PENERBITAN/PERANGKAAN%20TERPILIH/STATISTIK_TAHUNAN_KPKT_2021_14112021_UKK.pdf
Mohd Jaafar, N., Awang, H., Mansor, N., Jani, R., & Abd Rahman, N. (2020) Examining Withdrawal in Employee Provident Fund and its Impact on Savings. Ageing International, 46(1), 70-82.
Murphy, J. (2019). The Historical Development of Indonesian Social Security. Asian Journal of Social Science, 2019(2), 255-279.
OECD (2018), "Net replacement rates", di dalam Pensions at a Glance Asia/Pacific 2018, OECD Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/pension_asia-2018-8-en
OECD. (2020). Health at a Glance: Asia/Pacific 2020: Measuring Progress Towards Universal Health Coverage. Retrieved from: https://www.oecd-ilibrary.org/sites/1ad1c42a-en/index.html?itemId=/content/component/1ad1c42a-en
Powell, M., & Barrientos, A. (2004) Welfare Regimes and the Welfare Mix. European Journal of Political Research, 43. 83-105. 10.1111/j.1475-6765.2004.00146.x.
Salignac, F., Hamilton, M., Noone, J., Marjolin, A., & Muir, K. (2019) Conceptualizing Financial Wellbeing: An Ecological Life-Course Approach. Journal of Happiness Studies, 21(5), 1581-1602.
Sit, D. (2019). The ASEAN Digital Health Landscape: An Overview. HKTDC. Diambil dari: https://research.hktdc.com/en/article/ODU1NDkyNDU0
Tim The ASEAN Post. (Februari 13 2021). Indonesia: Baby Boom or Bust? The ASEAN Post. https://theaseanpost.com/article/indonesia-baby-boom-or-bust
Yang, C.C., Hsueh, J.Y., Wei, C.Y. Current status of long-term care in Taiwan: transition of long-term care plan from 1.0 to 2.0. Int J Health Policy Manag. 2020;9(8):363–364. doi:10.15171/ijhpm.2019.115
Sumarto, M. (2020) Insecurity and Historical Legacies in Welfare Regime Change in Southeast Asia – Insights from Indonesia, Malaysia, and Thailand. Social Policy and Society: A Journal of the Social Policy Association, 19(4), 629-643.
UNESCAP. (2017). Aging in Asia and the Pacific: Overview. Diambil dari: https://www.unescap.org/sites/default/files/SDD%20Ageing%20Fact%20Sheet%20Overview.pdf
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Departemen Ekonomi dan Masalah Sosial, Divisi Kependudukan (2022). World Population Prospects 2022, Online Edition.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (2017). Healthy life expectancy (HALE) Data by Market [set data]. Diambil dari: GHO | By category | Healthy life expectancy (HALE) - Data by market (who.int)
Bank Dunia, Angka kelahiran, total (kelahiran per perempuan) – Indonesia. (2020). Diambil dari https://data.worldbank.org/indicator/SP.DYN.TFRT.IN?locations=ID
Wu, Y., Lo, W., Lu, T., Chang, S., Lin, H., & Chan, C. (2021). Mortality, morbidity, and risk factors in Taiwan, 1990–2017: Findings from the Global Burden of Disease Study 2017. Journal of the Formosan Medical Association, 120(6), 1340-1349.
Yang, C.C., Hsueh, J.Y., Wei, C.Y. Current status of long-term care in Taiwan: transition of long-term care plan from 1.0 to 2.0. Int J Health Policy Manag. 2020;9(8):363–364. doi:10.15171/ijhpm.2019.115
Zheng, Y., Cheung, K. S. L., & Yip, P. S. F. (2020). Are We Living Longer and Healthier? Journal of Aging and Health, 32(10), 1645–1658. https://doi.org/10.1177/0898264320950067