Artikel ketiga kami dalam seri Diverse Asia membahas perubahan struktur keluarga yang terjadi di Indonesia, Hong Kong, Malaysia, dan Taiwan. Kami juga mengamati sebuah isu yang berkaitan, yaitu mengenai peranan dari dukungan keluarga dalam menciptakan rasa aman bagi para lansia, terutama yang berkaitan dengan pendapatan dan care support. Artikel ini disusun melalui kerja sama dengan Sau Po Center on Ageing dari University of Hong Kong.1
Gender dan keluarga saling terkait dalam membentuk pengalaman dan perilaku setiap individu di sepanjang masa hidupnya. Konsep keluarga sendiri telah berevolusi secara signifikan selama beberapa dekade terakhir. Penurunan angka kelahiran yang telah mulai terjadi sejak 1960-an masih terus berlanjut seiring dengan makin terbukanya akses kaum perempuan terhadap Pendidikan yang lebih baik serta pemahaman yang lebih luas mengenai bodily autonomy, yang kemudian mendorong mereka untuk secara aktif mencari peluang kerja yang lebih baik. Selain itu, saat ini semakin banyak orang yang memilih untuk menikah di usia yang lebih dewasa, bahkan ada yang memilih untuk tidak menikah sama sekali.
Rumah tangga multi-generasi yang dahulu lazim ditemui di Asia saat ini semakin berkurang, karena setiap generasi memilih untuk hidup independen, terlepas dari keluarganya. Ditambah lagi, generasi yang lebih muda memilih untuk mengejar economic return yang lebih baik yang seringkali mengharuskan mereka untuk meninggalkan daerah asal serta keluarganya menuju ke daerah yang lebih berkembang secara ekonomi dan masyarakat yang lebih urbanized. Akibatnya, hal ini berdampak pada berkurangnya dukungan keluarga yang tadinya dapat diandalkan oleh generasi yang berusia lanjut di masa tuanya. Hal ini pada gilirannya juga akan menimbulkan masalah bagi generasi yang lebih muda saat mereka nantinya memasuki usia lanjut.
Konsep keluarga telah berevolusi, dan karenanya sikap, serta juga ketergantungan pada dukungan keluarga, harus pula turut berevolusi. Telah kami sampaikan dalam artikel sebelumnya bahwa Kawasan Asia-Pasifik tidak dapat dilihat sebagai sebuah entitas yang homogen. Meskipun tren demografi Asia pada umumnya bersifat konsisten, banyak faktor lain yang turut berperan tergantung pada angka kelahiran maupun tujuan masyarakat di negara dan market tertentu. Tantangan-tantangan demografis telah mendorong pada dibuatnya kebijakan-kebijakan pemerintah serta langkah-langkah intervensi untuk meningkatkan angka kelahiran dan mendorong masyarakat untuk menambah jumlah anak. Namun untuk artikel ini kami akan mengangkat beberapa masalah mendesak lainnya. Sebagai contoh:
Bagaimana kompleksitas struktur keluarga seharusnya dipahami dan diatasi?
Seperti juga di dalam artikel Diverse Asia kami yang lainnya, kami mengumpulkan data serta melakukan riset khusus mengenai struktur keluarga di market-market pilihan kami yaitu Hong Kong, Indonesia, Malaysia, dan Taiwan. Sasaran kami adalah untuk menunjukkan bagaimana perubahan di dalam kehidupan keluarga berdampak pada ketahanan masa pensiun (retirement security), terutama mengenai dukungan finansial dan instrumental bagi para lansia, saat ini maupun di masa yang akan datang.
Struktur keluarga berevolusi, dan implikasi dari pergeseran ini terus menjadi sebuah masalah yang kompleks. Terlebih lagi, dukungan keluarga dapat berbeda-beda pada masing-masing market dan harus dipahami dalam konteks sosial dan kultural yang spesifik. Untuk artikel ini, kami akan melihat masalah perubahan dalam keluarga pada keempat market pilihan kami dalam dimensi-dimensi berikut ini:
Horizontal: Menentukan bagaimana ukuran rumah tangga telah berubah dalam beberapa dekade terakhir.
Vertikal: Mengamati generasi-generasi yang tinggal di dalam sebuah rumah tangga serta bagaimana pengaturan tempat tinggalnya (living arrangement).
Dimensi-dimensi ini (ukuran rumah tangga dan living arrangement dipilih karena telah terjadi tumpang tindih antara pengertian “keluarga (family)” dengan “rumah tangga (household)”. Sementara rumah tangga adalah unit sosial dan budgetary yang paling umum dipergunakan (Fan, C.C., 2022), bagi mereka yang berusia lebih lanjut, living arrangement biasanya adalah determinan yang signifikan mengenai kesejahteraan ekonomi mereka (Tung & Lai, 2012). Living arrangement juga berhubungan dengan ketersediaannya dukungan keluarga dari jenis yang berbeda-beda.
Selama dua dekade terakhir, ukuran rumah tangga rata-rata (dimensi horizontal) pada keempat market telah mengalami penyusutan secara bertahap, meskipun tingkat perubahannya tidak terlalu signifikan untuk Indonesia2:
Menurut pengamatan kami, penyusutan ukuran keluarga menjadi sebuah tren di antara kebanyakan market yang kami amati. Lalu bagaimana mengenai living arrangements?
Bagan 1 memperlihatkan perbandingan internasional mengenai living arrangement di market-market utama di dunia. Dibandingkan dengan pasar negara maju di Eropa dan Amerika Utara, hidup dengan anak yang berusia dewasa (yang diharapkan kemungkinan besar dapat memberikan dukungan dana) masih menjadi living arrangement yang mainstream bagi kelompok lansia di Asia, meskipun terjadi penyusutan ukuran keluarga seperti yang telah kita amati. Karena itu Asia memiliki angka lansia yang hidup sendirian terendah di dunia.
Living arrangement (atau dalam beberapa literatur disebut juga sebagai co-residence) biasanya diperlakukan sebagai proksi yang mengindikasikan ketersediaan ataupun mekanisme dukungan sosial keluarga, terutama dukungan instrumental maupun emosional, yang terutama tersedia karena kehadiran fisik dari para anggota keluarga.
Seperti inilah keberagaman kondisi living arrangement untuk kelompok lansia di market yang menjadi perhatian kami:
Proporsi lansia yang hidup dengan pasangan dan anak-anak di Hong Kong tidak berubah dari angka 30% sejak 2006.
Perubahan bentuk dalam struktur keluarga, yang terjadi karena banyak faktor, termasuk karena modernisasi dan urbanisasi, adalah tantangan yang bersifat universal yang tidak hanya dihadapi oleh market di Kawasan Asia-Pasifik. Hal ini juga terjadi di negara-negara Barat seperti dijelaskan oleh Megan Gilligan “sebuah pergeseran dalam struktur keluarga dari struktur yang berbentuk seperti piramida, dengan banyak individu di posisi dasarnya, menjadi struktur yang lebih panjang dan tipis yang berbentuk lebih mirip tiang (beanpole)” (Gilligan, et. al., 2018).
Meski begitu, berbeda dengan di negara Barat, kebanyakan lansia di Asia masih tinggal dengan anak-anak mereka, meski proporsinya terus menurun seiring dengan waktu. Hong Kong, contohnya, adalah sebuah market yang makmur di mana terjadi peningkatan proporsi lansia yang hidup sendirian atau hanya dengan pasangan yang lebih mirip dengan struktur keluarga berbentuk “tiang” seperti di negara Barat.
Lebih jauh lagi, sekalipun anak dipandang sebagai sumber “jaminan sosial” yang potensial untuk di hari tua di kebanyakan negara Asia, hal ini menghadapi tantangan karena penurunan angka kelahiran (baca mengenai hal ini dalam “Dampak Covid-19: Sebuah reality check”). Hanya ada sedikit indikasi yang menunjukkan bahwa tren ini akan berbalik sekalipun dengan campur tangan pemerintah. Sebagai akibatnya, generasi berikutnya bukan hanya harus menyediakan dukungan untuk orang tua mereka yang telah pensiun namun juga harus mempersiapkan diri menghadapi semakin berkurangnya dukungan keluarga untuk dirinya sendiri di masa tua dan pensiun nanti.
Perlu pula dicatat bahwa seiring dengan berubahnya struktur keluarga, mekanisme dukungan tersebut juga turut berubah. Dengan kata lain, terdapat pola dukungan antar generasi yang dinamis di dalam setiap tingkatan kesejahteraan yang spesifik. Karenanya, pola living arrangement yang lama tidak lagi dapat menggambarkan pola jaringan, jalan, dan arah dukungan antara kelompok lansia dengan orang-orang yang mereka sebut “keluarga” (UNDESA, 2017). Kita tidak dapat mengesampingkan faktor-faktor seperti:
Kesimpulannya, walau struktur keluarga menjadi semakin kompleks dan nontradisional, bukan berarti hal ini menunjukkan bahwa struktur keluarga telah rusak dan para kaum lansia ditelantarkan oleh keluarganya. Selain peran ukuran rumah tangga dan living arrangement, sehubungan dengan dukungan di hari tua, “kapasitas anggota keluarga beragam, dan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga turut berperan” (Kreager & Schröder-Butterfill, 2008). Beragamnya aliran dukungan antar generasi mungkin menunjukkan bahwa sistem keluarga memiliki lebih banyak fleksibilitas dan kemampuan adaptasi, sehingga “struktur dan aliran dukungan harus diamati lebih jauh, dan perlu ada pembandingan antara pola dukungan yang aktual dengan norma yang berlaku” (Kreager & Schröder-Butterfill, 2008).
Bagi kebanyakan masyarakat Hong Kong, mempertahankan standar hidup yang sama di Hong Kong bertahun-tahun setelah pensiun tampaknya menjadi sebuah tantangan. Dan kebanyakan lansia di Hong Kong memilih tinggal di rumah tangga domestik daripada yang non domestik (sebagai contoh, menurut data Census and Statistics Department di 2016, kurang dari 10% lansia tinggal di rumah sakit, rumah jompo, maupun tempat pihak ketiga lain yang bukan rumah tangga domestik).
Tapi bagaimana bila para pensiunan di Hong Kong memilih untuk pindah ke kota lain dengan biaya hidup yang lebih rendah, sehingga mereka dapat hidup dengan biaya yang lebih kecil sambil tetap menikmati sistem pelayanan kesehatan Hong Kong yang berkualitas?
Contoh di bawah ini menggambarkan bagaimana cara memperoleh tempat tinggal kedua di daerah dengan biaya hidup lebih rendah setelah pensiun. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa biaya hidup keseluruhan (harga konsumen, tidak termasuk biaya sewa rumah) di kota-kota di Greater Bay Area seperti Guangzhou, Shenzhen, Zhongshan dan Foshan dapat lebih murah 40% hingga 60% daripada di Hong Kong. Bagi para pensiunan yang tinggal di kawasan-kawasan tersebut, harga-harga di restoran maupun harga barang kebutuhan sehari-hari lebih murah sekitar 40% hingga 50% daripada di Hong Kong. Harga sewa rumah menjadi faktor pembeda utama, yang diperkirakan lebih murah 60% hingga 90% di keempat wilayah tersebut. Ini artinya para pensiunan yang tinggal di kota-kota di Greater Bay Area dapat menghemat hingga setengah dari keseluruhan pengeluaran dibandingkan dengan bila mereka menghabiskan masa pensiun di Hong Kong.
Karena itu, sementara banyak yang khawatir mengenai apakah dana pensiun mereka cukup untuk tetap menjalani hidup yang berkualitas setelah pensiun, lokasi di mana mereka hidup setelah pensiun dapat menentukan berapa lama tabungan mereka dapat terus memberikan dukungan bagi mereka di masa pensiun.
Sumber: Studi Manulife; data diperoleh dari EIU, per September 2022.
Catatan: Menggunakan Hong Kong sebagai basis kota perbandingan
Bagian ini meneliti bagaimana para lansia menghidupi dirinya di masa pensiun (dilihat dari sumber pendapatan) di keempat market yang kami amati, serta mengamati juga bagaimana dukungan antar generasi berperan terhadap ketahanan di masa tua. Pada dasarnya ada empat kategori dukungan keluarga:
Dukungan finansial: hal ini dapat mencakup penyediaan sumber-sumber finansial, termasuk membayarkan rekening, membelikan barang maupun jasa, atau menawarkan modal maupun kredit.
Menggunakan kerangka kerja solidaritas antar generasi, sebuah tinjauan pelingkupan (scope review) (Wong, et. al., 2020) mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berhubungan dengan transfer antar generasi. Dalam konteks ini, transfer antar generasi adalah semua dukungan berbasis keluarga yang mengalir dari generasi yang lebih tua ke generasi yang lebih muda dan sebaliknya. Tinjauan tersebut menempatkan faktor-faktor ini ke dalam empat kategori:
Demografi seperti usia, gender, status perkawinan, pendidikan, dan latar belakang etnokultural;
Di dalam tinjauan pelingkupan tersebut ditemukan bahwa masyarakat di Asia memperoleh proporsi dukungan finansial terbesar dari keluarga (Wong, et. al., 2020), sebuah kesimpulan yang diperoleh dari sebuah studi komparatif oleh Khan (2014). Lebih penting lagi, tinjauan ini memberikan sebuah kerangka kerja yang berguna untuk menganalisis dan mengorganisasi faktor-faktor yang saling berhubungan dalam dimensi (yaitu finansial dan instrumental), dan arah (yaitu unidirectionally (satu arah) dan bidirectionally (dua arah)). Hal ini akan membantu kami menjelaskan riset serta pandangan kami secara lebih luas mengenai sumber daya antar generasi di Hong Kong, Taiwan, Malaysia, dan Indonesia.
Di Hong Kong, hidup dengan generasi yang lebih muda memiliki kecenderungan untuk meningkatkan transfer finansial dan perawatan, serta jumlah anak diasosiasikan secara positif dengan dukungan finansial. Sebuah riset (Chou, 2008) menemukan bahwa dibandingkan dengan jumlah anak yang turut memberikan dukungan finansial kepada orang tua yang berusia lanjut, kemampuan anak yang telah dewasa dalam memperoleh pendapatan menjadi prediktor yang lebih kuat mengenai jumlah dukungan finansial bagi orang tua yang berusia lanjut (hal. 797).
Namun begitu, semakin menurunnya angka kelahiran di Hong Kong, serta ukuran keluarga yang semakin kecil, terus menjadi ancaman bagi fondasi perawatan oleh keluarga. Ditambah lagi dengan melonjaknya harga perumahan serta naiknya biaya hidup yang berkontribusi pada semakin memburuknya situasi finansial para lansia. Hal ini juga mengurangi kapasitas finansial generasi yang lebih muda untuk merawat orang tua mereka yang berusia lanjut.
Menanggapi kenyataan keluarga dan sosiokultural tersebut, masyarakat lansia di Hong Kong terpaksa harus memodifikasi ekspektasi mereka mengenai perawatan diri mereka (Bai, 2019) dan tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selama dekade yang lalu, angka lansia yang bekerja telah meningkat lebih dari dua kali lipat (naik 136,6%), terutama karena melonjaknya angka lansia yang bekerja pada kategori usia 65 hingga 74 tahun.
Namun tidak semua lansia dapat terus bekerja di usia mereka yang telah lanjut. Nyatanya, jumlah rumah tangga yang hanya terdiri dari lansia tanpa memiliki pendapatan dari bekerja telah meningkat tajam hingga 80,6%, dengan median pendapatan bulanan rumah tangga domestik meningkat dari $3200 menjadi $5780 selama periode 10 tahun yang sama. Peningkatan pendapatan yang signifikan dalam rumah tangga yang hanya terdiri dari lansia tanpa pendapatan dari bekerja ini sebagian disebabkan oleh naiknya bantuan langsung tunai dari pemerintah Daerah Administratif Khusus Hong Kong. Bantuan ini mencakup Old Age Living Allowance, yang diperkenalkan pada 2013 untuk membantu kaum lansia yang membutuhkan dukungan finansial (Census & Statistics Department, 2016). Sebagai hasilnya, semakin pentingnya kesejahteraan (uang masyarakat) serta pendapatan dari kerja yang diperoleh kaum lansia terus dapat diamati.
Taiwan diperkirakan akan menjadi masyarakat “Super-aged” di dekade mendatang. Di Taiwan, dukungan bagi orang tua berusia lanjut menjadi kewajiban anak yang telah dewasa serta masih dianggap sebagai sebuah norma masyarakat. Hasilnya, masyarakat Taiwan memeluk konsep ikatan keluarga dan masyarakat lokal yang kuat sehingga masyarakat berusia lanjut di sana dapat tetap aktif di masa tuanya. Di 2017, Ministry of Health and Welfare Taiwan melaporkan bahwa 98% orang yang berusia 65 tahun ke atas tinggal di rumah, dan lebih dari dua pertiga orang yang berusia 65 tahun ke atas hidup dengan anak-anak dan anggota keluarga lainnya, sementara 33% lainnya hidup di dalam rumah tangga yang terdiri dari tiga hingga empat generasi.
Pendidikan yang lebih tinggi pada anak yang telah dewasa, kehadiran cucu yang lebih muda, serta kepemilikan kaum lansia atas properti merupakan tiga faktor yang berhubungan dengan tingginya angka lansia yang tinggal bersama dengan generasi yang lebih muda. Sumber dukungan finansial bagi masyarakat lansia relatif berimbang, dengan anak atau cucu yang telah dewasa sebagai sumber pendapatan utama di angka 24,3% bagi lansia berusia 65 tahun ke atas. Meski begitu, penurunan tren mulai terlihat belakangan ini, di antaranya karena pemerintah Taiwan telah berinisiatif membangun sistem perawatan jangka panjang yang meliputi peningkatan coverage pensiun dan asuransi bagi masyarakat lansia.
Di Malaysia, adalah kewajiban seorang anak untuk memberikan dukungan dan perhatian bagi orang tuanya. Sebuah survei nasional memperlihatkan bahwa dukungan menyeluruh telah diberikan kepada kaum lansia oleh generasi yang lebih muda. Kebanyakan populasi berusia lanjut di Malaysia (95,3%) memperoleh dukungan dalam bentuk bantuan finansial, memasak dan menyajikan makanan, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, serta menemani dan menghibur mereka melalui kunjungan maupun mengajak mereka berwisata. Bila anak laki-laki diharapkan untuk dapat memberikan dukungan finansial, anak perempuan diharapkan dapat menyediakan dukungan bagi orang tua (maupun mertua) dalam bentuk kebutuhan sehari-hari dan makanan (NPFDB, 2016).
Namun karena data mengenai sumber pendapatan tidak tersedia, menjadi lebih sulit untuk menentukan proporsi dari bantuan yang diberikan, dan karenanya untuk mengetahui apakah ada kesenjangan di dalamnya. Kebanyakan studi mengenai dukungan keluarga cenderung berfokus pada keberagaman di antara kelompok etnik utama maupun melalui perspektif gender.
Di Indonesia, sebagaimana di negara berkembang lainnya di kawasan yang sama, dukungan bagi kaum lansia diperoleh dari kerja sama antara keluarga dan kerabat (Park, 2003; Huangfu & Nobles, 2022). Berbagi tempat tinggal merupakan mekanisme penting dalam dukungan keluarga (Witoelar, 2012). Selain itu, bantuan finansial sering kali diperoleh dari uang yang dikirimkan oleh anak yang berusia dewasa yang telah bermigrasi ke lain tempat. Bagi para kaum migran tersebut, “kiriman uang adalah mata uang cinta”. (Hoang & Yeoh, 2015, hal. 3).
Transfer dari anak ke orang tua tidak dikaitkan dengan pendapatan maupun aset orang tua, dan jumlah yang dikirimkan cenderung akan meningkat seiring bertambahnya usia orang tua. Orang tua yang menjanda atau menduda biasanya akan memperoleh lebih besar daripada orang tua lain. (Park, 2003).
Riset oleh National Transfer Account mengindikasikan bahwa kaum lansia di Indonesia dicirikan oleh:
Tetap bekerja setelah masa pensiun untuk jangka waktu yang lebih Panjang, terutama mereka yang self-employed
Para peneliti (Kreager & Schröder-Butterfill, 2008) juga menunjukkan bahwa dukungan antar generasi di dalam keluarga cenderung mengikuti pengaturan yang bersifat cair yang mengalir bolak-balik antara kelompok-kelompok keluarga. Bagi kaum lansia, kekuatan dukungan dari anak-anak berusia dewasa seringkali merupakan “hal yang sangat tidak pasti” (hal. 1785).
Namun demikian, transfer keluarga tampaknya berorientasi pada kebutuhan dan multi arah di antara generasi-generasi di Indonesia.
Meskipun tidak ada satu pendekatan yang dapat menjelaskan semuanya, namun riset kami atas keempat market pilihan kami menegaskan bahwa di Asia, ketahanan finansial di usia lanjut tidak lagi dapat diperoleh melalui hanya satu sumber pendapatan. Agar dapat menikmati standar hidup yang layak di usia lanjut, diversifikasi pendapatan juga harus memainkan peranan yang penting. Sumber pendapatan lain, termasuk di antaranya transfer keluarga bersama dengan bantuan serta kebijakan yang menyangkut kesejahteraan dari pemerintah, harus dimanfaatkan untuk menghadapi perubahan sosial dan demografis yang mengubah bentuk struktur keluarga.
Pada bagian kesimpulan, kami akan membahas mengenai tantangan-tantangan yang berhubungan dengan berubahnya struktur keluarga, dukungan antar generasi, serta kesiapan menghadapi masa pensiun pada keempat market pilihan kami. Kami juga mempertimbangkan berbagai ide dan peluang relevan yang berpotensi untuk dimanfaatkan.
Di Hong Kong, dengan semakin berkurangnya dukungan finansial dari keluarga, lebih dari dua pertiga orang yang berusia antara 35 sampai 64 tahun telah mempersiapkan masa pensiun mereka secara finansial; menabung (55,5%) adalah cara yang paling umum.
Di dekade mendatang, diperkirakan akan semakin banyak orang yang menabung di Mandatory Provident Fund serta tabungan pensiun pribadi, dan “Harus ada langkah-langkah yang dipersiapkan untuk mengantisipasi dekumulasi simpanan-simpanan tersebut setelah pensiun, sembari mengurangi baik ancaman yang timbul atas ketahanan simpanan para pensiunan saat usia mereka semakin lanjut, maupun risiko yang berhubungan dengan investasi” (Chou, et. al., 2016, hal. 14).
Sebuah penelitian mengenai permintaan anuitas di Hong Kong menunjukkan bahwa lansia yang tidak bergantung pada finansial dari anak-anak mereka yang telah dewasa akan cenderung untuk membeli anuitas dibandingkan dengan mereka yang bergantung pada dukungan finansial dari anak-anak mereka yang telah dewasa (Lee et al, 2019).
Dengan mengamati dampak motif warisan (bequest motive) terhadap permintaan atas anuitas, penelitian yang sama menemukan bahwa motif warisan bekerja (biasanya sebagai pembatas) selama tahap pertama masa pensiun – 10 sampai 20 tahun pertama – dan akan terus menurun. Oleh karena itu, kemungkinan besar pada periode awal masa pensiun seorang pensiunan, generasi yang lebih muda di dalam keluarga masih akan membutuhkan dukungan (misalnya biaya untuk membesarkan anak-anak mereka sendiri). Karenanya perencanaan dekumulasi dari aset-aset masa pensiun pada periode ini masih akan dipengaruhi oleh pola pikir para pensiunan tersebut mengenai keluarganya.
Perspektif gender juga harus menjadi pertimbangan. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Hong Kong Deposit Protection Board (2021) memperlihatkan bahwa di antara pasangan-pasangan yang memiliki tujuan dan cara menabung yang sama, tabungan biasanya akan dikelola oleh sang istri. Riset ini juga mengisyaratkan bahwa dekumulasi seringkali diambil sebagai keputusan bersama di dalam rumah tangga daripada merupakan keputusan individual. Karenanya, perspektif gender akan dapat membantu untuk memahami dengan lebih baik mengenai perencanaan dan perilaku keuangan rumah tangga di Hong Kong.
Setelah menghadapi berbagai tantangan, perkembangan kebijakan di Taiwan baru-baru ini menjadi contoh mengenai pendekatan yang lebih bersifat holistik mengenai proteksi pensiun. Beberapa contoh mengenai inisiatif dan reformasi yang dilakukan pemerintah antara lain:
Di tingkat yang lebih personal, seperti dikemukakan oleh Topical Report on Income Security (CUHK Jockey Club Institute of Ageing, 2020), “Dana pensiun sosial dapat meningkatkan harga diri dan martabat individu dengan memastikan masa pensiun mereka didukung oleh sumber pendapatan yang andal dan stabil serta hubungan sosial yang lebih baik melalui pembagian sumber daya tambahan. Dana pensiun sosial juga akan mendukung pembangunan ekonomi secara keseluruhan dengan mendorong belanja rumah tangga atas makanan dan perawatan kesehatan” (hal. 19).
Sebuah studi oleh Abdullah et. al. (2021) menunjukkan dampak dari penundaan memiliki anak dengan mengutip data dari “Fifth Malaysian Population and Family Survey” MPFS-5. Studi tersebut menemukan bahwa 11% dari perempuan berusia 40 tahun ke atas yang pernah menikah memiliki anak yang berusia di bawah tujuh tahun. Hal ini berarti bahwa banyak laki-laki (yang rata-rata berusia sekitar empat tahun lebih tua daripada istri mereka) masih harus membiayai anak-anak yang masih berusia sekolah di masa pensiun mereka. Data MPFS juga menunjukkan bahwa 1 dari sekitar 10 orang yang berusia 60 tahun ke atas masih memberikan bantuan finansial bagi anak-anak mereka. Angka ini diperkirakan akan meningkat di masa mendatang.
Oleh karena itu, menyusun anggaran untuk kebutuhan keluarga menjadi sesuatu yang rumit. Penelitian ini menunjukkan kelompok bahwa pensiunan di masa depan mungkin akan menghadapi peran dan tanggung jawab yang berbeda dibandingkan dengan pensiunan saat ini. Hal ini perlu dianggarkan dengan hati-hati.
Walaupun rumah tangga yang lebih besar biasanya berarti akan lebih banyak dukungan bagi para lansia, sebuah studi kasus berjudul “Determinants of Retirement Wealth Adequacy in Malaysia” (Determinan Mengenai Kecukupan Kekayaan Masa Pensiun di Malaysia) menemukan bahwa ukuran rumah tangga memiliki asosiasi yang negatif dengan kecukupan kekayaan masa pensiun (didefinisikan dalam penelitian ini sebagai “pendapatan pensiun dari program manfaat pasti atau program iuran pasti”). Dengan kata lain, rumah tangga yang lebih besar sering kali harus berhadapan dengan tingkat kecukupan finansial yang lebih rendah yang disebabkan oleh pengeluaran yang lebih besar dan tabungan yang lebih sedikit (Alaudin, et. al., 2017).
Sebagai satu-satunya kawasan 'usia muda' di antara keempat market yang kami amati, dan yang angka kelahirannya masih di atas replacement level, perubahan struktur keluarga yang terjadi di Indonesia tampaknya memiliki pola yang berbeda; meski begitu, meningkatnya harapan hidup generasi yang lebih muda tetap memengaruhi tersedianya dukungan keluarga bagi generasi yang lebih tua.
Dibandingkan dengan negara yang memiliki coverage dana pensiun yang lebih baik, kecukupan finansial di usia tua tampaknya masih “Bergantung pada kinerja masing-masing individu di bursa tenaga kerja serta keberhasilan menginvestasikan dana simpanan” (Ahmad, et. al., 2022). Karenanya di daerah-daerah di mana dukungan kesejahteraan dari negara lebih rendah serta memiliki rumah tangga berukuran lebih kecil, kombinasi antara rencana iuran wajib yang baik dan peningkatan literasi perencanaan pensiun diperlukan untuk memastikan agar lebih banyak lansia yang dapat mencapai kehidupan yang nyaman di masa pensiun.
Selain itu, sebuah studi di 2022 memperlihatkan bahwa “Pegawai negeri dan anggota TNI/Polri baru dapat mempertahankan standar hidup seperti masa sebelum pensiun hanya bila simpanan yang mereka kumpulkan selama bekerja diinvestasikan dengan imbal hasil paling tidak 9,0% pertahun dan terus diinvestasikan selama masa pensiunnya dengan imbal hasil yang sama” (Ahmad, et. al., 2022). Temuan dari studi tersebut menunjukkan bahwa bahkan mereka yang cukup beruntung untuk menerima uang pensiun dari negara tetap harus menemukan sumber lainnya untuk menambah kecukupan kekayaan masa pensiun mereka.
Karenanya pemerintah Indonesia harus terus bekerja untuk meningkatkan coverage dan kecukupan dana pensiun sosial, sambil terus memfasilitasi dan mendorong akumulasi perlindungan pensiun bagi angkatan kerjanya saat ini.
Seperti ditunjukkan oleh riset di keempat market pilihan kami di atas, berevolusinya struktur keluarga 'tradisional' telah memperumit gambaran finansial bagi keluarga-keluarga modern saat ini. Rumah tangga multigenerasi sekarang lebih terfragmentasi, di mana setiap generasi memilih – hingga ke tingkat yang berbeda-beda – untuk hidup sendiri-sendiri.
Menyusun anggaran untuk kebutuhan keluarga, terutama bila ada anggota keluarga yang berusia lanjut, terbukti semakin rumit. Oleh karena itu, respons baik dari individu maupun negara harus turut berevolusi pula agar mampu menghadapi dispersi yang lebih luas dari struktur keluarga. Pendekatan yang kami sarankan adalah kombinasi dari perencanaan kontribusi wajib yang lebih kuat bagi mereka yang berada dalam fase pengakumulasian tabungan untuk masa pensiun, serta peningkatan literasi mengenai perencanaan pensiun untuk mendidik orang-orang dari segala usia mengenai kebutuhan intrinsik manusia untuk memperoleh kehidupan yang nyaman di masa pensiun di mana orang memiliki sumber pendapatan yang aman dan dapat diandalkan, serta interaksi sosial yang bermakna bagi semua orang.
Manulife Investment Management melibatkan Professor Vivian Lou dari the Sau Po Centre on Ageing di University of Hong Kong dalam kapasitasnya sebagai konsultan (biaya konsultasi ditanggung) untuk Diverse Asia.
Data dalam artikel ini telah disusun dan diverifikasi, tetapi tidak ada jaminan yang diberikan untuk kelengkapan, keakuratan, dan kemutakhiran informasi yang diberikan.
C&SD, HKSAR: C&SD: Table 5: Statistics on Domestic Households (censtatd.gov.hk).
Statistical Bureau, Taiwan. diperoleh dari https://www.stat.gov.tw/public/Data/1112144316VT5YTOVB.pdf.
Khazanah Research Institute, 2018; The State of Households 2018: Different Realities. Kuala Lumpur: Khazanah Research Institute. 2020 census data retrieved from DOSM website.
2000-2015 data diperoleh dari https://www.bps.go.id/dynamictable/2015/09/07/849/rata-rata-banyaknya-anggota-rumah-tangga-menurut-provinsi-2000-2015.html. 2019 data cited from BPS-Statistics Indonesia (2020). Statistical Yearbook of Indonesia 2020. p.93, supported by United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2022). Database on Household Size and Composition 2022. UN DESA/POP/2022/DC/NO. 8.
Hong Kong: Census and Statistics Department, 2016, latest available data. Taiwan: Census data in 2020, latest available data. Malaysia: Fifth Population and Family Life Survey, 2014, latest available data. Indonesia: United Nations Department of Economic and Social Affairs, 2019.
Abdullah, A. S., Tey, N. P., Mahpul, I. N., Azman, N. A. A., & Hamid, R. A. (2021). Correlates and consequences of delayed marriage in Malaysia. Institutions and Economies Vol.13, No.4, pp.5-34. https://doi.org/10.22452/IJIE.vol13no4.1
Ahmad, I. A., Moeis, N. D. N., Aris A. & Vid Adrison | Walid Mensi (Reviewing editor). (2022). A Trade-off between Old-age Financial Adequacy and State Budget Sustainability: Searching a Government Optimum Solution to the Pension System in Indonesia, Cogent Economics & Finance, 10:1, DOI: 10.1080/23322039.2022.2079176
Census and Statistics Department. (2018). 2016 Population By-census Thematic Report: Older Persons. Hong Kong Special Administrative Region. Retrieved from: https://www.statistics.gov.hk/pub/B11201052016XXXXB0100.pdf
Chou, K.L., Chan, W.S., Inkmann, J., Kippersluis, H.V., Lee, S.Y., Yan, J. (2016). How to Increase the Demand for Annuity in Hong Kong: A study of Middle-Aged Adults. (Report No. 2014.A5.005.14E). Policy Innovation and Co-ordination Office, HKSAR. Retrieved from https://www.legco.gov.hk/yr15-16/english/panels/ws/papers/ws20160418cb2-1301-2-e.pdf
Chou, K.L. (2008). Parental Repayment Hypothesis in Intergenerational Financial Transfers from Adult Children to Elderly Parents: Evidence from Hong Kong, Educational Gerontology, 34:9, 788-799, DOI: 10.1080/03601270802095972
CUHK Jockey Club Institute of Ageing. (2020). AgeWatch Index for Hong Kong: Topical Report on Income Security. The Hong Kong Jockey Club. Retrieved from https://www.jcafc.hk/uploads/docs/Topical-Report-Income-Security_final.pdf
Fan, C.C. (2022, October 7th). Migration in the Global South: Householding, Gender and Intergenerational Perspectives. [Power Point Slides]. University of Hong Kong, Geography Distinguished Webinar Series.
Frankenberg, E., Lillard, L., & Willis, R. J. (2002). Patterns of Intergenerational Transfers in Southeast Asia. Journal of Marriage and Family, 64(3), 627–641. https://doi.org/10.1111/j.1741-3737.2002.00627.x
Fu T.H. (2022, November 5th). Challenges of Population aging and Retirement Protection in Taiwan. [Power Point Slides]. Retirement in Asia. Kyushu University Asia Week.
Gillen, M., Mills, T., & Jump, J. (2012). Family Relationships in an Aging Society: FCS2210/FY625, rev. 11/2012. EDIS, 2012(11). https://journals.flvc.org/edis/article/view/120317/118645
Gilligan, M., Karraker, A., & Jasper, A. (2018). Linked Lives and Cumulative Inequality: A Multigenerational Family Life Course Framework. Journal of family theory & review, 10(1), 111–125. https://doi.org/10.1111/jftr.12244
Hermalin, A. I. (2002). The well-being of the elderly in Asia: a four-country comparative study. University of Michigan Press.
Hoang, L., & Yeoh, B. (2015). Transnational Labour Migration, Remittances and the Changing Family in Asia. Palgrave Macmillan UK.
Hong Kong Deposit Protection Board. (2021). Survey on Hongkongers’ Sense of Security on Savings 2021. Retrieved from https://www.pori.hk/wp-content/uploads/2021/11/HKDPB-Saving-Monitor-2021-10Nov2021_pori_upload.pdf HKSAR.
Huangfu, Y., & Nobles, J. (2022). Intergenerational support during the rise of mobile telecommunication in Indonesia. Demographic Research, 46, 1065–1108. https://doi.org/10.4054/DemRes.2022.46.36
Jackson, R., & Peter, T. (2015). From Challenge to Opportunity: Wave 2 of the East Asia Retirement Survey. Retrieved November 14, 2022, from https://www.globalaginginstitute.org/assets/client-assets/gapi/downloads/publications/EARR_Wave2_Report_DL_LR-EIINC.pdf
Koda, Y., M. Uruyos, and S. Dheera-Aumpon. (2017). Intergenerational Transfers, Demographic Transition, and Altruism: Problems in Developing Asia. ADBI Working Paper 786. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Retrieved from: https://www.adb.org/publications/intergenerational-transfers-demographic-transition-altruism
Kreager, P., & Schröder-Butterfill, E. (2008). Indonesia against the trend? Ageing and inter-generational wealth flows in two Indonesian communities. Demographic Research, 19(52), 1781–1810. https://doi.org/10.4054/DemRes.2008.19.52
Lowenstein, A. (1999). Intergenerational family relations and social support. Zeitschrift Für Gerontologie Und Geriatrie, 32(6), 398–406. https://doi.org/10.1007/s003910050136
Ministry of Health and Welfare. (2018). Report of the Senior Citizen Condition Survey 2017. Retrieved from https://dep.mohw.gov.tw/DOS/lp-5095-113-xCat-y106.html
National Population and Family Development Board (NPFDB). (2016). Report on Key Findings FIFTH MALAYSIAN POPULATION AND FAMILY SURVEY [MPFS-5] 2014. Malaysia.
Noriszura, Ismail & Alaudin, Ros Idayuwati & Isa, Zaidi. (2017). Determinants of Retirement Wealth Adequacy: A Case Study in Malaysia. Institutions and Economies. 9. 81-98.
Lee,S.Y., Chou.K.L., Chan.W.S., & Kippersluis,V.H. (2019). Consumer Preferences and Demand for Annuities: Evidence from Hong Kong, Journal of Aging & Social Policy, 31:2, 170-188, DOI: 10.1080/08959420.2018.1542242
United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2017). Household Size and Composition Around the World 2017 – Data Booklet (ST/ESA/SER.A/405).
United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2017). Living Arrangements of Older Persons: A Report on an Expanded International Dataset (ST/ESA/SER.A/407).
Witoelar. F. (2012). Household Dynamics and Living Arrangements of the Elderly in Indonesia: Evidence from a Longitudinal Survey. Aging in Asia (pp. 229–260). National Academies Press.
Wong, E. L., Liao, J. M., Etherton-Beer, C., Baldassar, L., Cheung, G., Dale, C. M., Flo, E., Husebø, B. S., Lay-Yee, R., Millard, A., Peri, K. A., Thokala, P., Wong, C. H., Chau, P. Y., Chan, C. Y., Chung, R. Y., & Yeoh, E. K. (2020). Scoping Review: Intergenerational Resource Transfer and Possible Enabling Factors. International journal of environmental research and public health, 17(21), 7868. https://doi.org/10.3390/ijerph17217868
Xue Bai (2019) Hong Kong Chinese aging adults voice financial care expectations in changing family and sociocultural contexts: implications for policy and services, Journal of Aging & Social Policy, 31:5, 415-444, DOI: 10.1080/08959420.2018.1471308